Connect with us

Umum

Cari Jejak Makam Kakek di Cirebon, Luna Maya Pertanyakan Sunda Atau Jawa

Published

on

CIAYUMAJAKUNING.ID – Tidak banyak yang mengetahui jika Luna Maya seorang Aktris sekaligus model ternama ini merupakan keturunan Cirebon, Jawa Barat.

Seperti dalam unggahan dalam kanal youtube pribadinya jika Luna Maya mencari jejak makam kakeknya yang merupakan asli Cirebon.

Diketahui jika kakek dari Luna Maya bernama Soedjono yang berasal dari Desa Pegagan, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon.

Dalam unggahan beberapa videonya, Luna Maya lumayan cukup lama mencari jejak makam dari kakeknya tersebut.

Bukan hanya mencari makam dari kakeknya, Luna Maya pun selama di Cirebon menyicipi sejumlah kuliner asal Cirebon yang mampu menggoyang lidah.

Advertisement

Namun ada satu hal yang membuat Luna Maya bertanya-tanya tentang bahasa Cirebon. Dalam satu videonya Luna Maya sempat menanyakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Cirebon itu Sunda atau Jawa.

Luna Maya sempat bertanya ke sejumlah masyarakat yang berada di suatu tempat makan.

“Kalau Cirebon itu Sunda atau Jawa,” tanya Luna Maya.

Seorang pria pun mencoba untuk menjelaskan kepada Luna Maya jika bahasa yang digunakan oleh masyarakat Cirebon itu terdapat dua bahasa yakni Sunda dan Jawa.

“Ada desa yang Sunda ada juga yang Jawa,” ungkap salah satu pria yang ada dilokasi tersebut.

Advertisement

Berdasarkan sejarah Bahasa Cirebon sebagian besar kosakatanya dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta, yaitu sekitar 80% sehingga bahasa Cirebon disebut sebagai bahasa Sanskerta kontemporer, kosakata serapan bahasa Sanskerta diantaranya adalah ingsun (saya) dan cemera (anjing).

Pada abad ke-15-17 M, bahasa Cirebon telah digunakan dalam tuturan warga pesisir utara Pulau Jawa bagian barat, di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten dan Kota Cirebon, yang saat itu merupakan salah satu pelabuhan utama di Pulau Jawa.

Bahasa Cirebon dipengaruhi oleh bahasa Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya kebudayaan Sunda di Kuningan dan di Majalengka, bahasa Cirebon juga menyerap kosakata dari bahasa-bahasa asal Tiongkok, Timur Tengah, dan Eropa.

Contoh kosakata serapannya antara lain: taocang (‘kuncir’) dari bahasa Tionghoa, bakda (‘setelah’) dari bahasa Arab, dan sonder (‘tanpa’) dari bahasa Belanda. Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno seperti ingsun (saya) dan sira (kamu) dalam bahasa sehari-hari.

Pada masa Amangkurat II berkuasa di Mataram, bahasa Cirebon menurut Nurdin Noer tidak dipengaruhi oleh bahasa Jawa. Pada masa itu kosakata dari bahasa Sanskerta masih dipergunakan untuk percakapan sehari-hari masyarakat Cirebon.

Advertisement

Sastra Cirebonan merupakan bagian dari Sastra Pesisiran yang berkembang di sepanjang pantai utara pulau Jawa. Beberapa ahli percaya bahwa Sastra Cirebonan dalam bentuk tulisan telah ada sejak zaman Hindu Awal, dan telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat di Jawa.

Sebagai pengaruh budaya Hindu, dapat ditemui dua macam karya Sastra Cirebonan, yang disebut tembang gedhé dan tembang tengahan. Setelah Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam oleh walisanga sekitar abad ke-14-15 M, muncul tembang cilik, yang oleh kebanyakan orang disebut tembang macapat. Setelah beberapa hasil karya sastra telah selesai ditulis, banyak cerita sejarah atau legenda menyebar ke masyarakat melalui komunikasi (tatap muka).

Pada masa lalu, di kota Cirebon padatnya aktivitas pelabuhan menarik banyaknya urbanisasi kelompok masyarakat dari wilayah sekitarnya termasuk dari Indramayu, Losari dan Brebes yang notabene sebagiannya merupakan wilayah suku Sunda dan suku Jawa selain itu di sekitar pelabuhan Cirebon juga dapat ditemukan kelompok-kelompok masyarakat suku Bugis, suku Madura, pendatang China dan warga keturunan Arab yang pada akhirnya telah menjadikan wilayah ini beragam secara adat maupun bahasa, pada pola kehidupan di sekitar pelabuhan, bahasa Cirebon telah menjadi bahasa ater-ater (bahasa Indonesia: bahasa pengantar) pada pergaulan di berbagai kalangan masyarakatnya, bahkan ketika terjadi penurunan aktivitas pelabuhan Cirebon pada era modern dengan tidak lagi berhentinya kapal Pelni di pelabuhan Cirebon dan pelabuhan hanya dijadikan tempat bongkar batubara dari Kalimantan saja yang notabene menurunkan tingkat interaksi berbagai kelompok masyarakat yang ada, bahasa Cirebon tetap dan telah menjadi bahasa ater-ater yang dominan pada wilayah tersebut.

Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, bahasa Cirebon dituturkan oleh 3.086.721 jiwa penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas. Ia menduduki peringkat ke-11[6],[18] bahasa yang paling banyak dituturkan oleh penduduk Indonesia setelah bahasa Indonesia, bahasa Jawa umum, bahasa Sunda, bahasa Melayu, bahasa Madura, bahasa Minangkabau, bahasa Banjar, bahasa Bugis, bahasa Bali, dan bahasa Batak.[6] Pengembangan bahasa Jawa Cirebon dilakukan oleh Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC). ***

Advertisement
Continue Reading

Yang Lagi Trend