Connect with us

Ekbis

Jabar Media Summit 2025, Menakar Peluang Industri di Era Digital

Published

on

CIAYUMAJAKUNING.ID – Keberlangsungan hidup menjadi tantangan paling mendesak yang di hadapi industri media saat ini yang tengah menghadapi titik kritis dalam era digital yang serba cepat dan disruptif. Demikian di sampaikan CEO Suara.com Suwarjono.

Media di tuntut berinovasi supaya tetap relevan di tengah berbagai gelombang perubahan teknologi, pergeseran perilaku audiens dan dominasi platform digital.

Ia menilai tahun 2025 menjadi penentu apakah media mampu bertahan atau justru tenggelam dalam badai disrupsi.

Menurut Suwarjono, jurnalisme saat ini kesulitan membiayai biaya produksi media.

“Banyak media yang tak bisa menangani gelombang badai tersebut,” ujarnya saat Jabar Media Summit 2025 yang di gelar di Kota Bandung, Kamis (11/09).

Advertisement

Suwarjono menambahkan dua tahun belakangan menjadi masa yang sangat serius bagi kelangsungan media.

Ia menekankan pentingnya diversifikasi bisnis sebagai strategi bertahan.

“Agar usia panjang, media harus bisa menemukan bisnis lain di luar bisnis pemberitaan,” jelas Suwarjono.

Model bisnis media yang di sokong oleh lini usaha lain terbukti lebih tahan banting.

Pengalaman Suara.com selama satu dekade menunjukkan trial and error dalam mencari model bisnis baru adalah keniscayaan.

Advertisement

“Hal ini yang bisa membuat kami bisa survive hingga sampai saat ini kami belum pernah melakukan layoff,” ungkapnya.

Suwarjono merinci ada 10 tantangan besar mulai dari penurunan trafik, efisiensi anggaran, disrupsi AI, perubahan perilaku audiens hingga dominasi platform digital.

“Saya kira ini menjadi PR bagi kita dan akan mengubah kondisi media saat ini,” tegasnya.

Namun demikian terdapat peluang yang tak kalah besar terutama media kecil yang justru lebih berpeluang untuk hidup dan sustain.

“Di antaranya konsolidasi dan optimasi aset digital, media sebagai jembatan, ekosistem/showcase, hingga karakter channel dan monetisasi,” katanya.

Advertisement

Suwarjono juga menyoroti pentingnya memahami posisi media dalam rantai industri salah satunya peluang besar di luar media yakni anatomi komposisi.

“Apakah posisi kita di industri hulu atau hilir yang masuk langsung ke konsumen,” katanya.

Sementara itu, CEO Tempo Wahyu Dhyatmika menambahkan perspektif tentang peran media dalam demokrasi dan pasar.

Merurutnya ada dua sisi bagi perusahaan media yakni value capture dan value creation.

“Apa manfaat berita kita untuk publik untuk menjunjung demokrasi, apa manfaat yang diberikan kepada pasar,” ujar Wahyu.

Advertisement

Ia mengakui adanya kesenjangan antara nilai yang di ciptakan dan nilai yang berhasil di monetisasi oleh media.

“Dan itu cukup signifikan berdampak pada trafik atau pageview media,” kata Wahyu.

Ia menyebut pendapatan dari langganan Tempo saja hanya mampu menutup 15 persen biaya produksi.

“Artinya dengan perubahan media dengan mengandalkan adsense, pageview tak bisa untuk membiayai produksi redaksi,” jelas Wahyu.

Ia pun menekankan perlunya peran negara guna menghadapi kegagalan pasar salah satunya dengan mengintervensi guna melindungi media.

Advertisement

“Bisa dengan di mulai dengan pemerintah untuk memberikan keringanan pajak penghasilan untuk karyawan di perusahaan media,” saran Wahyu.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers M Jazuli, menyoroti ketimpangan antara media arus utama dan media sosial.

“Media arus utama apapun platform bentuknya jelas ada aturannya sementara sosmed dari segi konten maupun segi bisnis tidak ada yang mengatur,” ujarnya.

Jazuli pun mendorong pemerintah untuk lebih peduli terhadap media sebagai pilar demokrasi.

“Pemerintah bisa membuat kebijakan yang memberikan keringanan kepada media arus utama,” tegasnya.

Advertisement

Tingginya jumlah aduan ke Dewan Pers menunjukkan dinamika kepercayaan publik.

Oleh karenanya, Wahyu juga menilai media perlu berbenah supya tidak kehilangan kepercayaan publik.

“Di 2025 ini ada total 867 aduan, mayoritas aduan yang di menangkan itu pengadu,” ungkapnya.

Sementara itu, Eva Danayanti dari IMS menekankan relevansi media lokal dalam ekosistem digital.

“Kuncinya kalau ngomongin konten, kita memperhatikan di sekitar kita, itu bisa lebih relevan untuk konten media lokal bahkan hiperlokal,” katanya.

Advertisement

Eva mendorong media lokal untuk membangun interaksi dan kedekatan dengan audiens.

Media saat ini tak hanya memproduksi atau membuat berita tapi bagaimana juga bisa berinteraksi.

“Jadi bagaimana audiens tak hanya di berlakukan sebagai pembaca tapi juga bagaimana mereka bisa terlibat,” jelasnya.

Eva berharap supya media lokal tidak terjebak ambisi menjadi besar melainkan menjadi relevan.

Jabar Media Summit 2025 merupakan hasil kolaborasi antara AyoBandung.id, Suara.com dan Radar Cirebon.

Advertisement

Kegiatan ini melibatkan ratusan perwakilan media, akademisi, pemerintahan hingga pelaku usaha. ***

Continue Reading
Advertisement

Yang Lagi Trend