Sumbangsih Keluarga Kaya Tionghoa dalam Perjanjian Linggarjati

0
94

CIAYUMAJAKUNING.ID – Banyak jasa warga Tionghoa dalam perjuangan dan merebut kemerdekaan seperti peristiwa Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya 106 adalah rumah milik Sie Kong Lan.

Awalnya adalah sebuah rumah pondokan untuk pelajar dan mahasiswa.

Kemudian di Rengasdengklok tempat pertemuan para pemuda membawa Bung Karno dan Bung Hatta untuk merumuskan Naskah Proklamasi.

Rumah itu milik Djiaw Kie Siong (Hanzi sederhana: 饶吉祥; Hanzi tradisional: 饒吉祥; Pinyin: Ráo Jíxiáng; Pe̍h-ōe-jī: Jiâu Kiat-siông; 1880–1964.

Tanpa kita sadari Perjanjian Linggarjati 15 November 1946 para utusan dari Belanda maupun Indonesia datang menginap.

Rumah villa itu milik keluarga kakak beradik Kwee Zwan Hong, Kwee Zwan Lwan dan Kwee Zwan Ho.

Keluarga Kwee tidak saja meminjamkan rumah Villa mereka untuk tempat menginap para Utusan dari Belanda maupun dari Indonesia.

Mereka juga menjamu para utusan, baik itu makanan maupun kebutuhan lainnya.

Rumah Keluarga Kwee tempat menginap utusan dari Indonesia kini lebih di kenal dengan nama Gedung Syahrir Linggarjati.

Peran dan upaya yang di lakukan Keluarga Kwee ini menunjukkan keberanian dan sikap inklusif mereka.

Siapakah Keluarga Kwee ini?

Keluarga Kwee ini merupakan keturunan dari Kwee Giok San, seorang migran asal Tiongkok.

Ia meninggalkan Fujian pada dekade 1820-an ke Nanyang, sebelum akhirnya menetap sekitar dekade 1840-an di Ciledug.

Sebuah kota kecil di Karesidenan Cirebon di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Kwee Giok San menikah dengan Oei Tjoen Nio.

Ada yang menyatakan Oei Tjoen Nio adalah adik iparnya Tan Kim Lin.

Seperti kita ketahui Tan Kim Lin ini adalah Kakeknya Mayor Tan Tjien Kie Mayor Tituler Tionghoa di Cirebon.

Tan Kim Lin perintis dan Pendiri Pabrik Gula di Cirebon.

Kwee Giok San tahun 1860 memiliki pabrik Gula Sendiri di Ciledug.

Awalnya Kwee Giok San bekerja di Tan Kim Lin Kakeknya Mayor Tan Tjien Kie yang terkenal.

Kwee Giok San di anugerahi dua orang putra, yakni Kwee Ban Hok dan Kwee Boen Pien.

Anak bungsunya, Kwee Boen Pien, membeli Pabrik Gula Djatipiring pada bulan Agustus 1873.

Pada bulan Oktober 1874, Kwee Boen Pien di angkat menjadi Letnan Cina Sindanglaut, Losari dan Ciledug.

Sehingga ia menjadi anggota keluarga Kwee pertama yang di angkat menjadi pejabat Cina.

Pada tahun 1884, Letnan Kwee Boen Pien meninggal dan di gantikan oleh anak keduanya, Kwee Keng Liem,

Anaknya itu menjadi Letnan Cina dan pemilik Pabrik Gula Djatipiring.

Pada tahun yang sama, Kwee Keng Eng, putra dari Kwee Ban Hok, di angkat menjadi Letnan Cina Cirebon.

Kwee Keng Eng juga merupakan pemilik dari Pabrik Gula Kalitandjoeng.

Pada generasi keempat, anak sulung dari Letnan Kwee Keng Liem, yakni Kwee Zwan Hong menggantikan ayahnya pada tahun 1908.

Ia menjadi Letnan Cina Sindanglaut, Losari dan Ciledug.

Kemudian di angkat menjadi Kapitan-tituler Cina pada tahun 1924.

Kapitan-tituler Kwee Zwan Hong menjabat hingga tahun 1934 saat sistem pejabat Cina di hapus di Jawa.

Sementara itu, saudara tirinya, Kwee Zwan Lwan, berhasil menjadi anggota Dewan Daerah Cirebon pada tahun 1925.

Pada dekade 1930-an, ia telah menggantikan Kwee Zwan Hong sebagai pemimpin dan tokoh masyarakat de facto di Cirebon.

Generasi ketiga dari keluarga Kwee Giok San ini melakukan pernikahan strategis sebagai berikut:

Letnan Kwee Keng Eng menikahi Tan Oen Tok Nio, saudari dari Mayor-tituler Tan Tjin Kie.

Sepupu Letnan Kwee Keng Eng, yakni Kwee Keng Liem menikahi sepupu dari Mayor-tituler Tan Tjin Kie, yakni Tjoa Swie Lan Nio.

Usai Tjoa Swie Lan Nio meninggal, Kwee Keng Liem menikahi Tan Hok Nio, keponakan Tan Kong Hoa dari Batavia dan Tan Yoe Hoa dari Bekasi.

Kwee Keng Liem di anugerahi satu orang putri dan tiga orang putra dari pernikahan keduanya.

Yakni Kwee Der Tjie, Kwee Zwan Lwan, Kwee Zwan Liang, dan Kwee Zwan Ho.

Pernikahan 2 keluarga konglomerat ini mengokohkan mereka jadi miliarder dari Cirebon hingga Ciledug.

Kepemilikan pabrik gula dan perannya sebagai salah satu pemimpin masyarakat Tionghoa di Cirebon

Sekaligus memperkuat posisi keluarga Kwee dalam jaringan ekonomi dan birokrasi kolonial.

Krisis ekonomi dunia pada akhir 1920-an memberikan guncangan yang sangat berat bagi industri gula di Hindia Belanda.

Keadaan ini memaksa keluarga Kwee menjual pabrik gula Djatipiring kepada Hoevenaar Concern pada tahun 1932.

Sebagian hasil penjualan pabrik di gunakan oleh keluarga Kwee untuk mengembangkan kediamannya di Linggajati.

Menjadikan kompleks vila pegunungan yang di lengkapi dengan taman anggrek, kolam renang dan lapangan tenis.

Cerminan gaya hidup baru kalangan elite Tionghoa-Peranakan yang berpindah dari dunia industri ke modernitas sosial.

Hal ini mereka di kenal baik oleh pemerintah Belanda maupun Indonesia.

Oleh sebab itu rumah villa milik keluarga Kwee menjadi tempat menginap utusan Belanda maupun Indonesia

时间会记录一个人在生活中的角色和工作,记录一个人在历史上的角色,即使这个角色很小。

Shíjiān huì jìlù yīgè rén zài shēnghuó zhōng de juésè hé gōngzuò, jìlù yīgè rén zài lìshǐ shàng de juésè, jíshǐ zhège juésè hěn xiǎo.

Artinya, waktu akan mencatat peran serta dan karya seseorang dalam kehidupan, catatlah dalam sejarah peranan seseorang meskipun kecil peranannya. ***

Oleh: Jeremy Huang Wijaya