Connect with us

    Umum

    Akademisi Al-Azhar Minta Penghentian Kasus Nurhayati Harus Sesuai Mekanisme Hukum

    Published

    on

    Ciayumajakuning.id

    CIAYUMAJAKUNING.ID – Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad mendukung penyelesaian kasus Nurhayati secara hukum yang berlaku. Nurhayati ditetapkan tersangka usai melaporkan kepala Desanya yang melakukan korupsi kepada Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

    Mekanisme hukum yang dimaksud Suparji adalah apabila berkas sudah P-21, maka yang harus menghentikan kasus adalah Kejaksaan. Ditegaskannya bukan dari kepolisian melalui SP3.

    “Apabila berkas udah P-21 maka artinya berkas telah dinyatakan lengkap secara formal dan materiil untuk disidangkan. Dan kewajiban penyidik sesuai hukum acara pidana adalah menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum bukan malah menghentikan penyidikan,” kata Suparji dalam keterangan persnya, Sabtu (26/2/2022).

    Ia menegaskan bahwa SP3 diterbitkan sebelum berkas dinyatakan lengkap secara formal maupun materiil. Artinya yang mempunyai kewenangan untuk menghentikan kasus Nurhayati adalah kejaksaan.

    “Apabila ada kepentingan umum maka Jaksa Agung lah yang berwenang mengesampingkan perkara berdasarkan asas oportunitas dan dominis litis Jaksa. Maka, penyidik agar menghargai lembaga pra penuntutan sebagaimana diatur KUHAP,” paparnya.

    Advertisement

    Dirinya mencontohkan sejumlah kasus, seperti beberapa waktu lalu viralnya seorang pencuri motor yang dinyatakan bebas karena memiliki dasar yang kuat untuk dilakukan pengambil alihan oleh Kejaksaan.

    “Seperti kasus-kasus sebelumnya, ada pencurian motor untuk memenuhi biaya hidup misalnya. Itu yang mengesampingkan perkara adalah Kejaksaan,” sambung akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia ini.

    Lebih lanjut, pada pokoknya ia mendukung Nurhayati dilepaskan dari jerat hukum namun harus sesuai Hukum Acara Pidana yang berlaku. Maka, ia berharap ke depan Polri lebih selektif dalam menindaklanjuti perkara.

    “Penyidik harus punya sensitifitas terhadap keadilan dalam menindaklanjuti perkara. Maka kasus ini harus menjadi pelajaran, karena dikhawatirkan masyarakat yang melapor kejahatan justru ditersangkakan,” paparnya.

    Pada sisi lain, ia mengingatkan bahwa sebuah perkara pidana harus dibuka seterang-terangnya dan tidak menutupi perkara yang lebih besar dengan mengedepankan berbagai isu, misalnya isu whistleblower. Karena mungkin saja terjadi seorang wistle blower dihukum karena perannya dalam tindak pidana yg dilaporkannya begitu signifikan.

    Advertisement

    “Atau bahkan whistle blower hanya melaporkan kasus yg kecil tapi ia menutupi kasus yang lebih besar yang telah dilakukannya. Oleh karena memandang sebuah kasus pidana seharusnya komprehensif dan penuh kearifan,” pungkasnya.

    Continue Reading

    Yang Lagi Trend