Connect with us

    Sosok

    Sejarah Ciledug: Peran Ki Bledug Jaya Kembangkan Wilayah Pagedangan (bag. 2)

    Published

    on

    CIAYUMAJAKUNING.ID – Seperti yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, pesatnya perkembangan ajaran Islam di daerah timur Kabupaten Cirebon termasuk Pagedangan (cikal bakal Ciledug) yang merupakan wilayah kekuasaannya, membuat para sesepuh Kerajaan Galuh/Padjadjaran yang beragama Sanghiang diliputi rasa kekhawatiran, kehilangan wibawa dan kepercayaan dari masyarakatnya.

    Seperti halnya Ki Arya Kidang Layaran yang khawatir dan kecewa karena salah seorang anaknya Raden Layang Kemuning mengundurkan diri sebagai pepatih Kerajaan Galuh lalu pergi mengembara tanpa pamit dan tidak diketahui rimbanya.

    Ki Arya Kidang Layaran lantas mengutus Nyi Ratu Layang Sari adik Layang Kemuning untuk mencarinya.

    Dalam pengembaraannya, Raden Layang Kemuning menetap di tepi Sungai Cisanggarung dan menyamar sebagai tukang nyarah (mengambil kayu yang hanyut di sungai) serta mengubah namanya menjadi Ki Malewang.

    Pada suatu hari, langit mendung, halilintar bergelegar dan turunlah hujan deras yang mengakibatkan air di Sungai Cisanggarung meluap dan banjir. Saking derasnya, luapan air tersebut menghanyutkan segala yang menghalangi, termasuk tubuh Ki Malewang yang sedang nyarah.

    Advertisement

    Ki  Malewang yang dalam keadaan pingsan lalu terdampar di daerah Pagedangan. Wilayah tersebut kini dipercaya bernama Pamosongan yang berada di Desa Ciledug Lor.

    Tiada selembar kain pun yang melekat ditubuhnya. Karena waktu nyarah, pakaiannya diletakkan di tepi sungai. Tempat terdamparnya Ki Malewang kini bernama Pelabuhan.

    Wilayah Pelabuhan di Desa Cihoe, tempat terdamparnya Ki Bledug Jaya saat hanyut. (Ciayumajakuning.id)

    Ratu Layang Sari lalu diutus oleh ayahandanya untuk mencari kakaknya Raden Layang Kemuning dan bertemu Ki Malewang yang pingsan. Melihat ada tubuh seorang laki-laki yang tergeletak di tepi sungai tanpa busana, keinginannya untuk menolong diurungkan.

    Ratu Layang Sari lalu melemparkan selendangnya untuk menutupi tubuh yang tergeletak itu dan pergi. Ia tidak mengira bahwa yang tergeletak adalah tubuh kakaknya yang dicari.

    Usai siuman, alangkah terkejutnya Ki Malewang berada di tempat itu dalam keadaan telanjang dan hanya tertutup selembar selendang. Ia pun bertanya-tanya  dalam  hati, siapakah orang yang telah menutupi badannya dengan selendang itu.

    Ki Malewang lalu membuat gubuk di Pagedangan tempat ia terdampar. Pepohonan di sekitar ditebang untuk dijadikan lahan pertanian.

    Advertisement

    Tak ayal, daerah di tepian Sungai Cisanggarung tempat kediamannya itu tumbuh sangat subur. Sehingga orang-orang berdatangan ke tempat itu, dan tinggal menetap.

    Beberapa tahun kemudian, datanglah enam orang utusan dari Kerajaan Galuh usai mendengar keberadaan Raden Layang Kemuning di Pagedangan dengan maksud agar ia mau kembali. Namun Raden Layang Kemuning (Ki Malewang) menolak.

    Bahkan keenam orang utusan tersebut menetap di Pagedangan dengan tujuan mengabdi kapada Raden Layang Kemuning mengembangkan pedukuhan. Keenam orang tersebut adalah Ki Gagak Singalaga (Ki Gatot Singalaga), Ki Angga Paksa, Ki Angga Raksa, Ki Kokol, Ki Jala Rawa (Ki Sekar Sari), Nyi Godong Lamaranti (disebut si Nyai).

    Keberadaan vihara sebagai salah satu simbol keberagaman jadi alasan Ki Bledug Jaya doakan seluruh umat beragama di Ciledug. (Ciayumajakuning.id)

    Mbah Kuwu Cirebon akhirnya mengetahui bahwa di daerah timur ada sebuah pedukuhan yang masih menganut Sanghiang. Ia bersama pengikutnya lalu mendatangi Pagedangan untuk menyampaikan Agama Islam.

    Ki Malewang menyambut baik kedatangan Mbah Kuwu Cirebon dibuktikan dengan masuk Agama Islam. Untuk menambah keyakinan, Ki Malewang bersama pengikutnya lantas mengangkat sumpah di depan Mbah Kuwu Cirebon sebagai bukti kesetiaan.

    Saat sumpah itu dilaksanakan, tiba-tiba langit menjadi gelap tertutup mendung dan halilintar yang sangat dahsyat menyambar tubuh Ki Malewang dengan suara menggelegar. “Bleduuug…”

    Advertisement

    Namun tubuh Ki Malewang tetap tegar, tidak bergetar dan tak berubah. Sejak kejadian itu Ki Malewang mendapat gelar “Ki Bledug Jaya” pada tahun 1479.

    Menurut Dadang Suhendar, sesepuh Desa Ciledug Lor, sumpah itu dikenal dan menjadi tradisi yang kuat hingga kini di tengah kehidupan masyarakat Ciledug, Mereka masih rutin melakukan ritual-ritual khusus seperti tahlilan dan selamatan.

    Ritual-ritual tersebut dilaksanakan masyarakat Ciledug setiap Senin dan Kamis malam. Mereka percaya bahwa pada kedua malam itu, Ki Bledug Jaya datang,” ungkapnya, Senin (21/11/21) dikutip dari proposal skripsi mahasiswa IAIN Syeikh Nurjati Cirebon dengan judul ”Tokoh Ki Bledug Jaya dan Peran Islamisasinya di CIledug Kabupaten Cirebon pada Abad ke-15 Masehi’.

    Di masa hidupnya, Ki Bledug Jaya mendoakan keselamatan seluruh umat beragama yang ada di sekitar Ciledug. Tak heran jika hingga kini makamnya juga dikunjungi dari berbagai agama. ***

    Advertisement
    Continue Reading

    Yang Lagi Trend