CIAYUMAJAKUNING.ID – Negara yang nyaman pasti akan terlihat dari fasilitasnya, baik gedung perkantoran yang menjulang tinggi, transportasi yang cepat dan super mewah, tidak adanya polusi udara, dan keamanan yang terjamin.
Semuanya pasti membutuhkan kerjasama yang baik antara pemerintah dengan rakyat dalam mengatur anggaran belanja negara. Selain itu, keberadaan infrastruktur yang memadai akan membangun sektor perekonomian secara tidak langsung.
Seperti di Kabupaten Majalengka yang sudah di bangun Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati dan di tetapkan sebagai salah satu zona Kawasan Rebana, sesuai Perpres 87 tahun 2021.
Menurut Manager Marketing PT PPRO BIJB AD, Ridwan, Kawasan Rebana sudah sangat strategis, karena di apit oleh Pelabuhan Patimban dan Pelabuhan Cirebon. Tentu ini mampu meningkatkan pertumbuhan investasi, mengembangkan perekonomian kawasan, serta membuka lapangan kerja bagi rakyat sekitarnya.
Rencana pengembangan di Grand Kertajati Aerocity sendiri akan meliputi residensial, hotel, pusat perbelanjaan, perkantoran, rumah sakit, umrah haji center, financial center serta fasilitas penunjang lainnya. Ini menjadi kesempatan emas bagi investor untuk berinvestasi, karena memberikan keuntungan yang melimpah di masa depan.
Pembangunan infrastruktur yang terus di genjot, iming-iming kesejahteraan rakyat dengan membuka lapangan kerja yang banyak, nyatanya belum terbayangkan. Tetapi yang ada mengutamakan investor asing daripada melayani rakyat.
Lantas, benarkah keberadaan investor dapat memberikan warna baru bagi Kertajati? Ataukah semakin menyulitkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya?
Tak Tentu Arah
Investasi memang menjadi andalan negeri ini dalam membangun infrastruktur yang seolah dapat mempercepat selesainya pembangunan, ternyata tak sesuai target.
Mengapa? Karena kemungkinan besar ada yang ingin di capai oleh investor terlebih dahulu, yaitu keuntungan materi dengan cara bekerja sama. Artinya, tidak ada ‘makan siang gratis’ dalam perkara tersebut.
Ya, narasi investasi untuk membuka lapangan pekerjaan menjadi mantra dalam sistem saat ini yang melahirkan aturan buatan manusia demi mengejar hawa nafsu, yaitu kekayaan materil. Posisi rakyat hanyalah menjadi penonton, bahkan bisa menjadi korban dari kerakusan penguasa dan investor (pengusaha).
Rakyat tak perlu takut dengan investasi karena keuntungan yang di dapat akan nampak jelas. Inilah slogan pamungkas pemerintah untuk meraih hati rakyat, demi memuaskan investor. Tentu ini menjadikan tujuan pembangunan bukan demi rakyat, tetapi demi kepentingan investor.
Menurut pakar ekonomi Dr. Arim Nasim, SE.,M.Si.,Ak.,CA, investasi di jadikan cara pengusaha dalam sistem demokasi untuk meraup keuntungan yang luar biasa dan di dapat dari pengelolaan sumber daya alam yang sejatinya untuk rakyat.
Akhirnya rakyat bukan menerima kesejahteraan, tetapi mendapatkan limbahnya, banjirnya ketika musim hujan atau dampak-dampak lain semisal pencemaran lingkungan. Keberadaan investasi pun menjadi tak tentu arah dalam melayani kesejahteraan rakyat, yang ada meniadakan fungsi penguasa sebagai pelayan rakyat.
Seharusnya penguasalah yang mengelola bandara, jalan tol, air, dan lain-lain. Yang terjadi malahan rakyat harus membayar mahal demi merasakan fasilitas yang ada. Sungguh ironis.
Jadi, investasi yang terjadi bukan untuk kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, melainkan semakin mengokohkan hegemoni imvestor dalam menguasai sektor ekonomi dan pembangunan.
Investasi dalam Islam
Pakar ekonomi Dr. Arim Nasim, SE.,M.Si.,Ak.,CA menyebutkan, Islam membolehkan investasi dengan beberapa syarat.
Pertama, investasi yang berasal dari asing tidak boleh masuk dalam pengelolaan sumber daya alam milik umum, kebutuhan pokok rakyat, atau kebutuhan hidup orang banyak.
Kedua, tidak di perkenankan ada riba, baik bunga atau kontrak-kontrak yang bertentangan dengan syariat.
Ketiga, investasi asing tidak boleh menjadi sarana terciptanya penjajahan ekonomi, apalagi terciptanya monopoli ekonomi.
Dalam Islam untuk membangun infrastruktur menggunakan biaya dari baitul mal yang di dapatkan dari beberapa pos yang mana posisi penguasa menjadi pengatur segala aspek pelayan rakyat, dan bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya alam demi kepentingan umum.
Wallahu’alam bishshawab. ***
*Oleh: Citra Salsabila (Pegiat Literasi)