Connect with us

Budaya

Kaget Angklung Diatonis dari Kuningan, Pj Bupati Iip Kunjungi Kediaman Pak Kucit

Published

on

CIAYUMAJAKUNING.ID – Pj Bupati Kuningan R Iip Hidajat mengaku kaget saat mengetahui angklung diatonis berasal dari Kabupaten Kuningan. Awalnya alat musik tradisional asli Jabar itu memiliki jenis nada Pentatonis yakni hanya memiliki lima nada primer.

Alat musik lain yang biasa di mainkan dengan nada pentatonis yakni calung, gamelan, gambang kromong, tifa dan indiokardo empat dawai.

Pada tahun 1938, Daeng Soetigna, seorang guru SMP 1 Kuningan belajar membuat angklung kepada Kuwu Citangtu M Sotari atau Pak Kucit.

Kepada Pak Kucit, ia belajar membuat angklung mulai dari memilih bambu sampai menyesuaikan nadanya hingga pas,

Namun yang di ciptakan Daeng justru angklung dengan tangga nada diatonis yakni mempunyai dua jarak tangga nada, satu dan setengah.

Advertisement

Jenis tangga nada diatonis ini sering ditemukan pada musik-musik mode atau kontemporer.

Karena pekerjaannya, ia lalu harus kembali ke Bandung dan mengembangkan angklung diatonis di sana.

Sementara ‘akar sejarah’ pembuatan angklung diatonis tak ada yang meneruskan sejak meninggalnya Pak Kucit.

Guna menggali kekayaan budaya Kuningan itu, Iip lalu mengunjungi kediaman Pak Kucit di Kelurahan Citangtu, Kecamatan Kuningan, Selasa (14/05).

Angklung diatons. (Pemkab Kuningan)

“Saat menjadi Pj Bupati dan di beri tahu bahwa ada sejarah penting tentang angklung yang berasal dari Kuningan, saya tertarik,” ungkapnya.

Pj Bupati Iip pun berjanji akan membuat mekanisme supaya catatan sejarah tersebut dapat di ketahui banyak orang.

Advertisement

Ia pun menginginkan ketika orang berbicara angklung, di harapkan mereka teringat Kuningan.

Saya ingin Kuningan juga dikenal sebagai kabupaten berbudaya karena mengingat sejarah terkait lahirnya angklung diatonis,” terang Iip.

Yeni (53) perempuan paruh baya yang merupakan anak angkat Pak Kucit masih ingat betul kala ayahnya membuat angklung diatonis bersama Daeng Sutigna.

“Dulu suka nyari bambu di kebun di Citangtu juga, tapi kalau kehabisan suka nyari ke Cigedang, Luragung,” kisahnya.

Kendatipun memiliki catatan sejarah penting, namun tidak ada satu pun angklung tersisa di kediaman Pak Kucit.

Advertisement

“Dulu buat angklungnya di halaman rumah tapi yang namanya bambu jadi rapuh, di makan rayap jadi tidak ada yang meneruskan” terang Yeni.

Angklung terbuat dari tabung-tabung bambu dengan menghasilkan suara dari efek benturan tabung-tabung bambu dengan cara di goyangkan.

Dalam catatan sejarah, angklung diatonis di mainkan sebagai musik pengantar makan malam saat Indonesia dan Belanda melakukan perjanjian Linggarjati. ***

Continue Reading

Yang Lagi Trend