Connect with us

    Umum

    Pegiat Lingkungan E-Team Menemukan Formula Penanganan Limbah Produksi Batu Alam

    Published

    on

    CIREBON, – Resah dengan kondisi sungai akibat limbah pengolahan batu alam, membuat salah seorang penggiat lingkungan dari E-Team, Suudul Falah membuat terobosan baru dalam pengolahan air limbah hasil dari produksi batu alam menjadi jernih kembali.

    Air limbah yang tercampur dengan debu hasil produksi batu alam dengan ukuran debu yang sangat kecil, dinilainya debu tersebut akan sulit untuk mengendap. Sehingga diperlukan cara pengolahan yang tepat dalam menangani air limbah terutama limbah hasil produksi batu alam.

    “Dengan cara pengolahan yang kami temukan ini secara otomatis partikel kecil dari debu hasil produksi batu alam akan menggumpal yang cukup membutuhkan  hitungan menit saja,” kata Falah saat ditemui di komplek Ma’had Daruttauhid Al-Ishlah Desa Bobos Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon ketika memberikan sosialisasi terhadap masyarakat, pelaku usaha batu alam dan perangkat desa, Minggu (12/1/2020).

    Dirinya menjelaskan cara pengolahan air limbah dari produksi batu alam, di tahap pertama dibutuhkan Intalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yakni bak awal sebagai proses pengendapan lalu bak pengendapan kedua dan kemudian bak akhir sebagai finalisasi dari seluruh proses tahapan pengelolaan limbah produksi batu alam. Lanjut dia, pembuatan bak disesuaikan dengan pemanfaatan air dari masing-masing lokasi produksi batu alam. Hanya saja untuk pabrik kecil bisa di design ulang yang disesuaikan dengan lokasi, mengingat cara penanganan pengelolaan limbah disesuaikan antara debit air yang digunakan.

    “Sebagai contoh kami mengambil air limbah sebanyak 500 ML, cukup menggunakan 5 tetes atau 500 PPM cairan Koagulan ditambah 2 ML cairan Flokulan. Kemudian tahap pertama cairan koagulan yang dimasukan kedalam air kemudian hingga merata terus dilanjut dengan cairan flokulan, jadi perbandingan antara cairan Koagulan dan Flokulan dengan air limbah itu 5 : 10.000. Dalam proses pengikatan antara debu yang dihasilkan dari produksi limbah dengan cairan yang kami teteskan ini cukup membutuhkan waktu kurang dari 2 menit saja yang dipastikan ramah lingkungan,” jelasnya.

    Advertisement

    Ide awal ini muncul karena pada tahun 2014 program ini sempat berjalan, namun pada pelaksanaannya tidak terdapat konsistensi dari beberapa pihak terutama pemerintah daerah. Ditambah lagi setelah melihat kondisi air sungai yang begitu memprihatinkan maka munculah ide ini sampai akhirnya mendapatkan formula yang tepat bagi penanggulangan limbah produksi batu alam.

    “Harapan kami adanya kerjasama yang baik antara pemerintah, masyarakat dan pemilik pabrik untuk berkoordinasi dalam menyelesaikan permasalahan limbah batu alam,” ungkapnya.

    Sementara itu, Sekretaris Desa bobos, Abdullah yang turut hadir dalam sosialisasi tersebut mengatakan, sejak tahun 80’an masyarakat Desa Bobos sudah mulai melakukan produksi batu alam. Dari hasil pencatatan yang dilakukan desa, sampai saat ini terdapat 90 pengrajin batu alam dan dipastikan jumlah tersebut tidak bertambah.

    Mengenai penanganan limbah, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya dengan  mencoba untuk merelokasi pabrik dengan cara mesentralisasi ke Desa Cipanas. Rencana itu disebutnya sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Cirebon, namun hal tersebut tidak terealisasi sampai sekarang.

    “Kalo diliat dari hasil limbah, produsen batu alam langsung membuang limbah ke sungai cimanggu, dan dari keseluruhan pengrajin batu alam tidak seluruhnya memiliki IPAL karena terkendala dengan lahan,” kata Abdullah.

    Advertisement

    Imbas limbah diungkapkannya sangat berpengaruh terhadap pertanian yang semakin hari semakin menurun dalam aspek kuantitas pertanian. Ia pun berharap dengan adanya sinergitas seluruh stakeholder dalam upaya menanggapi temuan ini. Sehingga nantinya lahan pertanian tetap berjalan dimana lahan pertanian di Desa Bobos tercatat seluas 45 hektare bisa kembali menghasilkan jumlah hasil pertanian yang baik.

    “Uang jelas dengan adanya pencemaran lingkungan ini membuat hasil pertanian menurun akibat sedimentasi yang mempengaruhi terhadap kesuburan tanah. Tapi ini menjadi dilematis karena masyarakat Desa Bobos ada yang bertani dan ada yang hidup dari batu alam, jadi kami menyambut baik dengan adanya temuan ini dan bisa menjadi jalan keluar yang win-win solution,” pungkasnya.

    Continue Reading
    Click to comment

    Leave a Reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Yang Lagi Trend