CIREBON, – Pemerintah Desa Cipanas saat ini tengah berupaya menggandeng pihak ketiga dalam upaya pengembangan Situs Makam Buyut Pagar Gunung agar lebih dikenal masyarakat serta masuk dalam daftar Cagar Budaya Kabupaten Cirebon.
Sekdes Cipanas, Sumantri menuturkan hingga saat ini pihaknya belum mengajukan bantuan pengembangan situs tersebut ke Pemda Kabupaten Cirebon. Setelah melihat potensinya, kata Sekdes, pihaknya mulai berusaha menggandeng pihak ke tiga dalam hal ini perusahaan swasta. Dalam waktu dekat, Pemdes juga akan mengkomunikasikan perihal tersebut ke Pemda melalui Disbubparpora Kabupaten Cirebon.
“Lokasinya kan jauh dipedalaman, kami sih berharap agar akses jalan menuju situs diperbaiki,” ucap dia.
Sumantri, mengatakan, upaya yang sudah dilakukan Pemdes Cipanas selama ini yakni menganggarkan biaya perawatan situs tersebut melalui APBDes. Pihaknya ingin agar Pemda maupun swasta ikut ambil bagian dalam pengembangan situs yang merupakan petilasan Mbah Kuwu Sangkan atau Mbah Kuwu Cirebon Girang itu.
“Kami ingin ada bantuan anggaran dari pemda dan bisa masuk cagar budaya. Selama ini untuk renovasi yang sudah dilakukan merupakan hasil swadaya masyarakat. Pemdes hanya menganggarkan untuk biaya perawatan dan untuk acara tahunan ngunjung buyut saja,” ujar Sumantri, Rabu (22/1/2020).
Hingga saat ini, imbuh Sekdes, pengunjung yang datang hanya pada waktu-waktu tertentu saja dan jumlahnya pun masih relatif sedikit. “Ini lebih ke wisata religi, jadi pengunjungnya masih orang-orang tertentu dan yang tahu saja,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, situs Makam Buyut Pagar Gunung Blok Pagar Gunung RT 04 RW 01 Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, kondisinya memprihatinkan. Padahal, menurut cerita orang tua zaman dulu, tempat tersebut merupakan tempat petilasan Mbah Kuwu Sangkan atau Pangeran Cakrabuana, anak dari Prabu Siliwangi dan Nyi Subang Larang.
Keprihatinan itu disampaikan oleh Direktur LBH dan HAM Sunan Gunungjati Indonesia yang juga sebagai Ketua DPC Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kabupaten Cirebon, Mustamid AM SPd SH MH, ketika berkunjung ke tempat tersebut bersama Komandan WIBBERA Pejuang Siliwangi 1922, Idi Tarmidi, Senin (20/1). Untuk itu, Mustamid meminta kepada Pemdes setempat dan Pemkab Cirebon agar memperhatikan situs tersebut.
“Kami merasa perihatin, kami meminta kepada pihak-pihak terkait dari pemerintahan desa setempat, kecamatan dukupuntang maupun pemerintahan kabupaten cirebon agar memperhatikan keberadaan situs tersebut. Bila dimungkinkan, agar dapat dimasukan dalam cagar budaya yang ada wilayah di pemerintahan kabupaten cirebon,” kata Mustamid.
Menurutnya, dengan tercatat masuk sebagai cagar budaya, maka situs tersebut akan mendapat anggaran perbaikan dan perawatan.
Sementara, juru kunci Makam Buyut Pagar gunung, Satibi (69), mengaku senang dan berterimakasih atas kunjungan ketua LBH dan HAM Sunan Gunungjati dan Komandan WIBBERA Pejuang Siliwangi 1922.
“Mudah-mudahan yang lain pun ikut memulyakan dan berziarah di makam ini,” ungkapnya.
Dijelaskan Satibi, bangunan situs tersebut sudah didirikan pada tahun 1960 dan sudah tiga kali dilakukan pemugaran. Namun, selama tiga kali pemugaran tersebut, hanya mengandalkan swadaya masyarakat setempat. Sehingga, kondisi bangunannya tidak mengalami perubahan berarti.
“Ya karena keterbatasan dana. Saya sendiri diangkat jadi juru kunci oleh sultan sepuh xiv, Pra Arif Natadiningrat,” tuturnya.
Lebih jauh Satibi menceritakan, Mbah Kuwu Cirebon Girang mempunyai banyak nama, seperti dari Mbah Kuwu Sangkan, Pangeran Cakrabuana, Pangeran Walangsungsang, H. Abdul Iman dan Syech Somadullah.
Menurutnya, Mbah Kuwu Sangkan lahir pada tahun 1423 Masehi. Pada tahun 1445 Masehi, saat usianya belum mencapai 22 tahun, Mbah Kuwu Sangkan sudah muali babad alas Islam di Cirebon.
Pada masa itu, kesaktian Mbah Kuwu Sangkan memang tiada tandingannya. Selain itu, Mbah Kuwu juga ternyata menguasai ilmu Agama Islam dan ilmu Falakiyah yang luar biasa. Sikapnya yang arif dan bijaksana, membuatnya dengan cepat bisa menyebarkan Agama Islam mulai dari Cirebon, Kuningan, Indramayu, Majalengka, Purwakarta, Subang, Karawang, Bogor bahkan sampai ke Banten.
Bukan hanya itu, Tausiyahnya juga selalu menjadi pegangan bagi pengikutnya sampai sekarang. Meskipun sudah wafat, namun makamnya di desa Cirebon Girang, Kecamatan Talun tidak pernah sepi dari para peziarah.