CIREBON, CIAYUMAJAKUNING.ID – Penyaluran data Bantuan Sosial (Bansos) di Kabupaten Cirebon dianggap masih tidak maksimal. Proses verifikasi dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Kabupaten Cirebon masih carut marut.
Hal itu diakui tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon Anjoyo. Dia mengatakan, proses pendataan bantuan sosial (Bansos) di masyarakat masih jauh dari ideal.
Dia menjelaskan, pembiayaan urusan tersebut pada 2020 lalu dilimpahkan ke pemerintah desa. Sedangkan pada 2019 diakomodir melalui APBD kabupaten.
“Verifikasi dan validasi DTKS di Kabupaten Cirebon baru dua kali, yaitu 2019 dan 2020. Itupun baru tahap input data dari KK dan KTP. Belum sampai ke verfal atau bahkan musyawarah desa. Terus terang, itu juga keteteran, karena belum ada sarana penunjang dari pemdes,” kata Anjoyo di sela rapat koordinasi di ruang Paseban gedung Setda Kabupaten Cirebon, Kamis (25/2/2021).
Dia mengakui, data penerima bansos di Kabupaten Cirebon masih diragukan validitasnya. Fakta di lapangan masih banyak ditemukan bansos tidak tepat sasaran.
Rapat koordinasi tersebut dihadiri langsung oleh Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina. Dia mengaku memfasilitasi pertemuan antara Pemkab Cirebon, kepala desa, pendamping program bidang sosial, hingga kementerian sosial.
“Targetnya agar Kabupaten Cirebon memiliki grand design untuk penanganan permasalahan sosial. Sehingga kebijakan yang diambil akan tepat sasaran,” ungkap Selly.
Selly mengatakan, update DTKS secara berkala bukan semata menjadi tanggungjawab pemerintah pusat. Peran pemerintah daerah juga, sebagaimana diatur UU, sangat penting.
Termasuk untuk mengalokasikan anggaran guna verifikasi dan validasi DTKS secara periodik.
“Sayangnya, Dinsos di kabupaten/kota seringnya dalam hal pembagian anggaran itu hanya mendapatkan sisa. Karena yang prioritas biasanya pembangunan infrastruktur, bidang pendidikan, dan kesehatan. Padahal Dinsos ini untuk mengurus warga miskin atau persoalan sosial lainnya,” tutur Selly.
Selly menyebutkan, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni Menteri Keuangan, Menteri Sosial dan Menteri Dalam Negeri, proses pemutakhiran DTKS oleh Pemerintah Kabupaten/Kota diatur kewenangan atau peran pemda.
Dia menjelaskan, pada diktum keempat ayat (2) poin d, SKB tersebut memerintahkan bupati/walikota untuk melakukan percepatan pemutakhiran DTKS, dan meningkatkan kerjasama dengan Badan Pusat Statistik kabupaten/kota dalam peningkatan kapasitas SDM pendataan penduduk miskin.
“Berdasarkan Permensos Nomor 5/2019 tentang Pengelolaan DTKS, ada tiga elemen penting yang masuk DTKS, yakni PPKS (Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial, red), penerima bantuan dan pemberdayaan sosial, serta PSKS (Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial),” jelas Selly.
Namun, dalam pelaksanaannya, Selly, update DTKS dimulai dari tingkat RT/RW, kemudian ke musyawarah desa, masuk ke kecamatan, dan Dinsos kabupaten untuk diteruskan tahap selanjutnya. Kemensos RI sendiri berkeinginan verifikasi dan validasi DTKS dilakukan secara periodik setiap bulannya.
“Dukungan software dan hardware untuk di Dinsos harus ditopang dengan baik. Makanya Dinsos harus betul-betul diperhatikan. SDM nya harus amanah, jangan yang suka kongkalikong. Sehingga bisa update data dengan baik. Utamanya, ketersediaan anggaran harus diperhatikan,” kata Selly.
Ke depan, kata Selly, pemutakhiran DTKS juga akan melibatkan perguruan tinggi di wilayah setempat.
“Masyarakat miskin juga sebenarnya bisa mendaftarkan dirinya melalui pemerintah desa,” katanya.
Dengan DTKS yang diverifikasi dan validasi secara periodik, Selly berharap, Pemkab Cirebon memiliki basis data yang akurat terkait persoalan sosial. Sehingga bisa melakukan pemetaan ketika hendak mengintervensi kebijakan.
“Termasuk kita juga akan mengetahui, misalkan jumlah warga miskin itu bertambahnya berapa di saat pandemi seperti sekarang ini. Semua berdasarkan verifikasi dan validasi yang update,” kata Selly.