Connect with us

Budaya

Sudah Ada di KBBI, Begini Proses Penyerapan Kata ‘Ngabuburit’ pada Bulan Ramadan

Published

on

CIAYUMAJAKUNING.ID – Istilah ‘ngabuburit‘ berasal dari Bahasa Sunda yang memiliki makna menghabisan waktu sore kini penggunaannya kian mengakar sehingga memperkaya kosakata Bahasa Indonesia.

Menurut pakar Bahasa Sunda dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr Gugun Gunardi, istilah ‘ngabuburit’ sebenarnya di gunakan sejak ulama Buya Hamka menjadi Ketua Umum MUIpada 1975.

Kala itu, menurutnya, Buya Hamka mendapat arahan dari Presiden Soeharto untuk mengisi momentum ngabuburit dengan kegiatan keagamaan.

Generasi muda bisa melakukan ngabuburit dengan berdiskusi. Ini waktu yang bagus sehingga pengetahuan kita dapat bertambah dan juga terjalin silaturahmi,” kata Gugun, Sabtu (08/04).

Ia menjelaskan, ngabuburit dalam bahasa Sunda berarti ngalantung ngadagoan burit (menunggu sore) atau bermain sambil menunggu waktu sore.

Advertisement

“Asal katanya dari burit, yaitu waktu sore, senja, menjelang adzan Magrib, atau menjelang matahari terbenam,” kata Gugun.

Istilah itu kemudian di gunakan masyarakat luas sebagai aktivitas untuk menunggu saat buka puasa di bulan Ramadhan.

Ragam aktivitas yang dapat di lakukan, menurutnya bisa berupa bermain permainan tradisional, berjalan-jalan, berdagang, hingga melakukan aktivitas keagamaan.

Sementara itu, Dosen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Unpad Dr Wahya menjelaskan proses penyerapan kata ngabuburit ke dalam bahasa Indonesia.

Kata ngabuburit, menurutnya, berawal dari ketiadaan konsep kata yang sepadan untuk penggunaan sehari-hari di luar penutur bahasa Sunda.

Advertisement

Kini menurutnya istilah ngabuburit pun sudah ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Wahya, kata ngabuburit kini di serap secara utuh ke dalam bahasa Indonesia tanpa pergeseran makna.

Dengan kata lain, tidak ada perubahan makna saat kata tersebut di gunakan ke dalam bahasa Indonesia.

Sehingga hal tersebut menjadi bukti bahwa bahasa daerah dapat memperkuat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

Untuk itu, Wahya meminta kepada masyarakat agar tetap melestarikan bahasa daerah.

Advertisement

“Bahasa daerah harus tetap di lestarikan demi memperkuat dan mengembangkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara,” pintanya. ***

Continue Reading

Yang Lagi Trend