Connect with us

Ekbis

Pemprov Jabar Alokasikan Rp27 Miliar untuk Nelayan, Petani dan Pelaku UMKM

Published

on

CIAYUMAJAKUNING.ID – Anggaran sebesar Rp27 miliar dialokasikan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) guna membantu untuk warga yang terdampak kebijakan penyesuaian tarif Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk nelayan, petani dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Hal tersebut disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil usai memantau harga kebutuhan pokok di Pasar Balubur, Kota Bandung.

“Anggaran subsidi tersebut berasal dari dana bagi hasil Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” terangnya, Senin (12/09).

Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil menambahkan, pihaknya  terus memantau situasi ekonomi pasca kenaikan harga BBM subsidi.

“Pertama, selain kawal BLT pemerintah pusat ada kewajiban dua persen dari dana bagi hasil itu dijadikan dana bansos untuk kota kabupaten,” kata dia.

Advertisement

Berdasarkan hasil pemantauannya, lanjut Kang Emil, dampak kenaikan BBM belum berpengaruh terhadap kenaikan harga sejumlah komoditas pokok.

“Hanya harga komoditas cabai yang belum turun ke harga normal karena faktor suplai, bukan karena BBM,” tambahnya.

Aktivitas di Pasar Ikan Gebang, Cirebon. (ciayumajakuning)

Dari hasil monitoring, menurut Kang Emil, secara umum tidak terjadi kenaikan signifikan oleh BBM.

“Yang naik terpengaruh itu hanya ikan-ikan yang tadi Rp20 ribu dijual Rp26 ribu pas ditanya memang karena BBM naik,” kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar Iendra Sofyan menuturkan, secara umum belum ada kenaikan harga komoditas di pasar.

“Sesuai yang disampaikan oleh Pak Gubernur, bahwa kami juga melakukan pengawasan dan pemantauan setiap hari di beberapa wilayah di Jabar,” katanya.

Advertisement

Ketika ditanyakan tentang naiknya harga ikan, Iendra menuturkan hal itu disebabkan biaya transportasi dari offtaker yang cenderung membengkak akibat kenaikan harga BBM.

Oleh karenanya, lanjut dia, salah satu alokasi subsidi tersebut diarahkan untuk nelayan.

“Dan biasanya kenaikan harga itu bukan dari petani, nelayan, atau peternak tapi dari offtaker karena dia memerlukan transportasi. Terlebih, kalau offtaker-nya rantai pasoknya panjang. Nah, ini sampai ke pasar itu akan lebih mahal,” ujar Iendra. ***

Advertisement
Continue Reading

Yang Lagi Trend