Connect with us

    Uncategorized

    Jathilan Gunungkidul, Kesenian Jaranan Mirip Reog Ponorogo Jawa Timur

    Published

    on

    CIAYUMAJAKUNING.ID – Bagi sebagian masyarakat di wilayah timur Provinsi DIY, atau tepatnya di Kabupaten Gunungkidul, jathilan begitu populer dan menjadikannya sebagai kesenian tradisional andalan di wilayah yang terkenal dengan istilah ‘Lantai Dua Jogja’ itu.

    Kabupaten Gunungkidul sendiri berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah dan hanya butuh waktu satu jam menuju Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.

    Ciri yang menonjol dari jathilan Gunungkidul yakni selalu menghadirkan trance dalam penampilan.

    Trance kondisi hipnosis adalah kondisi pikiran yang secara alamiah dialami setiap individu.

    Hal ini juga lazim terjadi pada tarian kuda kepang dalam bagian kesenian reog Ponorogo, Jawa Timur.

    Advertisement

    Pembina Kesenian Kabupaten Gunungkidul Y. Sutopo mengatakan, Jathilan Gunungidul lebih menekankan pada unsur tarian yang kebanyakan di bawakan penari putri.

    Kesenian ini di kemas sederhana dengan mengutamakan aspek gerak tarinya.

    “Oleh sebab itu, dari sisi tema atau cerita dalam penampilannya tidak terlalu penting,” ungkapnya, Jumat (12/12/2009).

    Jathilan Gunungkidul menampilkan gerak wanita cantik yang cenderung erotis dengan penggambaran suasana riang sambil menunggang kuda.

    Dengan penyederhanaan penyajian dan fleksibilitas itu, kini kesenian tersebut berkembang.

    Advertisement

     

    Sejarah Jathilan Gunungkidul

    Pada awal perkembangannya, satu kelompok penari jathilan Gunungkidul terdiri dari dua peran, yaitu penari kuda dan pria dengan cemeti.

    Seni jathilan yang di mainkan dalam berbagai pertunjukan resmi saat ini sudah mengadopsi beberapa perubahan mendasar pada kostum, jumlah penari, maupun rincian gerakannya.

    Mulanya pagelaran jathilan Gunungkidul mempunyai alur cerita tertentu.

    Advertisement

    Namun dalam alur ceritanya sering tak mempersoalkan lagi pertemuannya, tetapi lebih mengutamakan tema pencariannya.

    Menurut Libran, mantan Ketua Karang Taruna Dusun Kerjo, Kecamatan Rongkop Gunungkidul, jathilan di daerahnya biasanya di helat saat musim para pemudik tiba di kampung halaman.

    “Dalam acara tradisi rasulan atau panen raya juga rutin diadakan jatihilan yang di gelar setiap pertengahan tahun,“ ujarnya, (01/01/2023).

    Para pemain jathilan jelang pementasan. (ciayumajakuning.id)

    Proses Pentas

    Sebelum pmentasan , jathilan selalu di awali dengan prosesi ritual yang di lakukan seorang pawang.

    Inilah salah satu bentuk komunikasi antara manusia dengan makhluk gaib yang di minta tak menggangu permainan jathilan.

    Advertisement

    Jalan cerita utama dalam seni jathilan Gunungkidul merefleksikan berbagai problematika yang timbul dalam hubungan antara masyarakat kelas atas dan kaum pekerja.

    Kelas rakyat yang di wakili para penari tak henti-henti bergerak.

    Para penari itu di kendalikan oleh pimpinan pasukan dengan cemeti yang selalu mengawasi segala tindakan para penari.

    Mereka menggambarkan tokoh lurah prajurit dan memiliki otoritas.

    Kesan arogan dan datar tanpa basa basi di munculkan oleh dominasi warna merah menyala dan hitam pada riasan wajah.

    Advertisement

    Tokoh ini bergerak memutar mengiringi musik.

    Sesekali melecutkan cemeti untuk memperingatkan penari kuda jika mereka berti dak kebablasan.

    Hal yang penonton tunggu-tunggu adalah bagian saat para pemain jathilan mempertunjukkan kerasukan dan melakukan atraksi-atraksi berbahaya.

    Lebih-lebih saat irama pengiring merangkak naik, penari kuda terlihat semakin liar dan tidak terkontrol.

    Klimaks dari pertunjukan ini, tak jarang mereka terlihat kerasukan.

    Advertisement

    Saat itulah para penari kuda mempertunjukkan atraksi ndadi (menjadi/berubah).

    Mereka di luar kesadaran dengan makan beling (serpihan kaca), mengupas kelapa dengan gigi, memecahkan tempurungnya dengan dahi, lalu meminum airnya.

    Tak jarang, mereka juga makan bunga-bunga persembahan dan minum air mentah dari ember seperti layaknya seekor kuda.

    Di akhir pertunjukan, alunan gamelan kembali ke tempo semula seiring sang pria bercemeti memainkan fungsinya sebagai penyembuh.

    Ia mendekap penari yang kesurupan, membaca mantra-mantra, dan menyemburnya dengan air. Seketika si penari kesurupan mengejang, lalu kembali sadar seolah tidak tahu kegilaan apa yang dia lakukan sebelumnya. ***

    Advertisement
    Continue Reading

    Yang Lagi Trend