Umum
Kisah Perjalanan Hidup dan Spiritualitas Maulana dalam Sebuah Catatan Kecil
CIAYUMAJAKUNING.ID: Jemari kecil Maulana memotivasi dirinya untuk terus aktif menuliskan berbagai persoalan yang dirasakan melalui sebuah tulisan. Maulana juga aktif dalam sebuah komunitas yang fokus mengedukasi tentang kekerasan seksual terutama pada perempuan dan anak.
Lebih dari satu karya yang ditulis Maulana dalam mengedukasi kekerasan seksual pada perempuan. Ia pun sempat menulis buku mini novel berjudul Keloid.
Bukunya menceritakan pengalaman dan perjalanan panjang yang dialami sejak kecil hingga ia menemukan jati dirinya.
Buku tersebut mengisahkan pengalaman masa kecil seorang anak yang dilahirkan sebagai seorang perempuan. Namun seiring berjalannya waktu, ia merasakan jati dirinya bukan sebagai perempuan melainkan laki-laki.
Perasaannya sebagai seorang laki-laki pun terus menguat seiring bertambahnya usia. Hingga pada puncak kegelisahan, Ia mulai memberanikan diri mengungkapkan perasaan yang dialaminya kepada keluarga terdekat melalui tulisan.
“Sebelum mengirim surat kepada keluarga, saya baca dulu buku yang menceritakan kisah hidup yang mirip dengan saya dan ternyata saya tidak sendiri. Alhamdulillah 200 eksemplar terbit tahun 2022 dan responnya positif,” kata Maulana, Kamis (13/6/2024).
Ia memilih jalan menceritakan kondisinya lewat surat karena menghindari adanya hal yang tidak diinginkan ketika bercerita. Dalam buku tersebut, Ia mulanya mengirim surat kepada kakak-kakaknya dan mendapat respon yang tidak seperti yang diharapkan.
Singkat cerita, Ia beserta keluarga berkumpul dan membahas apa yang terjadi kepadanya. Maulana pun diminta untuk memikirkan ulang apa yang telah diungkapkannya melalui surat yang dikirimnya itu.
“Sengaja mengirim surat ke kakak-kakak saya karena waktu itu bapak sedang sakit dan ibu sedang membantu merawat bapak saya. Saat berembuk saya diminta berpikir ulang tentang tulisan saya yang katanya hanya terbawa lingkungan padahal saya selalu bermain bersama teman-teman yang sesuai jenis kelamin perempuan,” ujar dia.
Mencari Jati Diri
Dalam proses mencari jati diri itu, Maulana sempat merasakan kesedihan karena kondisinya dianggap sebagai pesakitan. Padahal, ia mengaku merasa baik-baik saja bahkan menuruti nasehat keluarga untuk ‘disembuhkan’ melalui berbagai cara.
Singkat cerita, Ia mulai beranjak dewasa dan mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi daerah Cirebon. Belum ada perubahan dari upaya yang dilakukan keluarga terhadap dirinya, bahkan semakin meyakinkan diri bahwa jati dirinya adalah laki-laki.
“Selama masa kuliah saya sebenarnya dalam mode bertahan sambil mencari referensi lain tentang orang dengan kondisi seperti saya agar saya tidak merasa depresi. Setelah saya menulis surat kakak saya mendiamkan saya sampai saya sakit usus buntu dioperasi,” ujar Maulana.
Pengalaman sakit Maulana menjadi bagian yang tak terlupakan dalam hidupnya mencari jati diri. Sambil berusaha sembuh, ia pun terus berdoa kepada tuhan.
“Tuhan kalau saya itu berdosa atau salah ketika saya menjadi diri saya sendiri saya ikhlas, saya kembalikan hidup dan mati saya kepadamu,” ucap Maulana seraya berdoa.
Singkat cerita, Maulana berhasil melalui masa kritis dan kembali mendapat perhatian dari keluarga. Menurutnya, perhatian dari keluarga beban hidupnya semakin ringan.
Kesembuhan Maulana semakin memperkuat dirinya sebagai seorang laki-laki. Hingga akhirnya ia menemukan jalan tengah dimana tetap jadi diri sendiri dan menuruti apa yang diinginkan keluarga.
“Saya kuliah tetap berjilbab mengikuti peraturan yang ada sambil mencari figur yang bisa menerima saya ketika saya ceritakan tentang pengalaman saya salah satunya dosen saya yang bisa jadi pembimbing dan saya merasa aman,” ujarnya.
Bertemu Figur
Perjalanan spiritual pun terus dilakukan oleh Maulana sembari ia mencari sosok yang bisa mendengar dan memahami apa yang dialaminya. Ia pun bertemu dengan salah seorang dosen yang dalam perspektif keislaman ramah terhadap Queer yakni Muiz Ghazali.
Diketahui, Muiz Ghazali merupakan salah seorang akademisi Cirebon yang tidak hanya paham tentang keislaman, namun terbuka terhadap persoalan keberagaman gender di Cirebon.
“Saya mulai cerita diajak ikut kajian dan ibadah bahkan beliau melihat saya punya potensi menulis. Diajaklah saya mulai menulis dan saya menerima karena ini ajang saya belajar memahami diri sendiri dan mengasah kemampuan menulis,” ujar Maulana.
Singkat cerita, Maulana mulai menggemari hobinya menulis hingga ia mampu meluncurkan buku. Bahkan, Maulana mulai membuka diri sebagai seorang trans laki-laki kepada orang yang menurutnya aman.
Ia menceritakan pengalamannya menemukan jati diri namun tidak melepaskan tanggung-jawabnya sebagai seorang umat beragama. Bersama Muiz Ghazali, ia mendapat pesan penting yang meyakinkan dirinya untuk teguh pada jati dirinya sebagai seorang trans laki-laki.
“Yang saya tangkap dari Pak Muiz itu secara seksualitas Islam sangat terbuka. Narasi keagamaan tentang Islam terkait seksualitas memang tidak banyak di-publish karena ulama zaman dulu kebanyakan laki-laki. Pendapat ulama zaman dulu tentang seksualitas cenderung banyak ditutupi padahal kata Pak Muiz dulu juga sudah ada seorang queer jadi ulama,” ujar dia.
Maulana pun semakin percaya diri menjalankan praktek ritual keagamaan dari cara berpakaian. Dalam perbincangannya bersama Muiz Ghazali, ia menangkap bahwa aturan Fiqih terkait cara berpakaian dikembalikan kepada tingkat kenyamanan seseorang.
“Mau pakai sarung atau mukena ya pakai saja selagi pikiran fokus kepada Allah. Narasi tersebut semakin menguatkan spiritualitas saya. Dari semenjak lulus kuliah aku sembahyang layaknya laki-laki mas, Sholat Jumat juga,” ujar dia.
Diterima Keluarga
Perjuangan Maulana mencari jati diri hingga melalui berbagai perjalanan spiritualitas perlahan membuahkan hasil. Keluarga Maulana perlahan mulai mengerti dan menerima kondisinya saat ini.
Bahkan, katanya, lingkungan sekitar mulai menerima dan memahami kondisi Maulana yang kini menjadi trans laki-laki. Bahkan, ia semakin rajin mengikuti pengajian mingguan di komunitas yang memberi kesempatan kepada menjadi seorang penulis.
“Setelah keluarga dan lingkungan menerima saya pun mulai cerita ke teman-teman sekolah tentunya dengan segala konsekuensi. Tiap minggu ikut ngaji kuping untuk menguatkan saya secara perspektif selain ibadah saya sehari-hari. Kata Buya Husein Muhammad soal ibadah itu bagaimana membuat diri merasa nyaman saja ketika kami merasa terhubung dengan tuhan dengan pakaian yang kamu merasa cocok dan sesuai diri kamu ya sudah. Daripada kamu ikuti umum tapi secara kualitas ibadahmu tertekan dan depresi,” ujarnya.
Terpisah Akademisi Cirebon Bagus Nurul Iman mengapresiasi perjalanan hidup Maulana menjadi seorang queer namun tetap berusaha untuk terus ingat kepada Allah.
Menurutnya, sosok Maulana tetap memiliki hak untuk mendapatkan berbagai layanan masyarakat. Termasuk hak untuk beribadah dan meyakini bahwa dirinya sebagai seorang pemeluk agama yang baik.
“Sebagai orang yang berada di luar lingkaran terutama keluarga memang tetap harus mendukung proses dia mengubah kepada keinginannya meski ia harus mengubah kepada fitrahnya. Memang ada sisi positif dan negatifnya tapi menurut pandangan kami queer tidak perlu dijauhi justru harus diberi dukungan,” ujarnya.
Kalangan trans-laki-laki dalam menjalankan ibadah dan rajin mengikuti kegiatan pengajian perlu dilindungi. Sebab bicara ibadah merupakan hak setiap orang atau setiap individu, dan hal itu sesuai dengan nilai-nilai Pancasila terutama sila pertama dan sila kedua.
Pada hakikatnya agama mengajarkan tentang kasih sayang, penerimaan, dan kasih. Setiap individu berhak untuk mencari makna dan kedamaian dalam agamanya dengan cara yang sesuai dengan keyakinan dan pengalamannya.
Maulana pun sering berbagi cerita dan pengalamannya menjadi seorang queer kepada yang lain. Ia mengaku sempat membagikan kisahnya di hadapan para santri dalam sebuah gerakan Iqamah yang diinisiasi Fahmina Institute Cirebon.
Diketahui, gerakan Iqamah merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan komunitas keberagaman baik queer maupun non queer. Mereka dengan bebas bisa mengikuti kajian keagamaan yang rutin melalui pertemuan virtual atau zoom.
Namun, katanya, belakangan gerakan ini sedang vakum. Padahal, menurutnya, kegiatan termasuk sangat bermanfaat sebagai ajak berbagai pengalaman informasi dan pengetahuan tentang seksualitas baik kepada santri maupun masyarakat umum.
Hingga saat ini, Maulana masih terus aktif di sebuah komunitas yang bergerak di bidang perempuan dan kekerasan seksual. Maulana pun tak henti nya membuat karya tulis yang tentang consent dan kekerasan seksual bersama teman satu komunitasnya,
“Jadilah ruang aman bagi siapapun, selama ia masih manusia. Pertolongan terbaik baginya mungkin hanya ingin didengarkan tanpa merasa dihakimi,” ujarnya. ***
****
Liputan dan produksi ini menjadi bagian dari liputan kolaborasi #AgamaUntukSemua bersama Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) yang terlaksana atas dukungan Koalisi #RawatHakDasarKita dan Embassy of Canada to Indonesia, in Jakarta.
- Teknologi2 tahun ago
SamFW Tool 4.0 Tool Gratis FRP Samsung Cukup Satu Klik
- legal2 tahun ago
Dimana Ada Proyek Wajib Ada Papan Proyek, Ini Dasar Hukumnya
- Umum1 minggu ago
Gerakan Pangan Murah di Kabupaten Cirebon Hadirkan Solusi bagi Masyarakat
- Lifestyle1 minggu ago
Program Pembangunan Pemkab Cirebon Diminta Sesuai Kebutuhan Penyandang Disabilitas
- Umum1 minggu ago
Viral di Medsos, Oknum Anggota DPRD Kabupaten Cirebon Diduga Lakukan Pelecehan Seksual
- Budaya1 minggu ago
Tradisi Memitu Indramayu Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia
- Ekbis2 minggu ago
Serikat Buruh Cirebon Timur Temui Pj Bupati Bahas Regulasi Upah Minimum
- Ekbis1 minggu ago
Kuningan Diganjar Penghargaan Pinunjul Award 2024 dari BI Jabar