Connect with us

Budaya

Cingcowong, Ritual Minta Hujan Masyarakat Luragung Kuningan

Published

on

CIAYUMAJAKUNING.ID – Masyarakat Desa Luragung Landeuh, Kecamatan Luragung, Kabupaten Kuningan memiliki tradisi kearifan lokal terkait dengan ketergantungan terhadap alam yaitu air sebagai sumber penghidupan.

Tradisi tersebut bernama cingcowong yang merupakan sebuah ritual meminta hujan terutama saat terjadi kemarau panjang.

Menurut Balai Pelestarian Nilai Budaya Jabar, cingcowong berasal dari dua istilah Bahasa Sunda yaitu cing dan cowong.

Cing berasal dari kata cik yang berarti coba sedangkan cowong yang bermakna biasa berbicara keras.

Sehingga dari segi bahasa, cingcowong berarti mencoba berbicara keras.

Advertisement

Sumber lain menyebut istilah cingcowong berasal dari kata cing yang dalam Bahasa Sunda berarti teguh atau dalam Bahasa Indonesia berarti terka.

Sementara kata cowong yang merupakan kependekan dari kata wong yang dalam bahasa Jawa berarti orang.

Sehingga jika keduanya disatukan maka cingcowong berarti terka siapa orang ini.

Pelaksanaan cingcowong sendiri menggunakan orang-orangan berbentuk boneka yang kepalanya terbuat dari batok kelapa dan badannya terbuat dari bubu ikan.

Boneka cingcowong berfungsi sebagai alat memanggil roh-roh gaib yang kerap di sebut hampir sama dengan jelangkung.

Advertisement

Ritual ini menggunakan alat pengiring berupa buyung sebagai kendang yang terbuat dari tanah liat dan ceneng atau bokor sebagai ketuk.

Perlengkapan pendukung ritual berupa taraje (tangga bambu), samak (tikar), sisir, cermin, air dan bunga kamboja juga di sertakan.

Ada juga parukuyan (pedupaan) lengkap dengan kemenyan dan aneka sesajen.

Aneka sesajen itu terdiri dari telur asin, kopi, rokok, congcot (tumpeng kecil), tektek (bahan menyirih), makanan ringan, kue-kue basah dan buah-buahan.

Pelaksanaannya di pimpin oleh seorang punduh sebagai orang yang di anggap memiliki kemampuan berhubungan dengan makhluk supranatural.

Advertisement

Punduh akan di bantu oleh beberapa orang yang bertugas memegang boneka cingcowong dan memainkan dua alat musik utama yaitu buyung dan bokor.

Ada pula sinden yang bertugas melantunkan lagu untuk mengiringi tarian boneka cingcowong.

Pemain buyung, bokor serta sinden akan memainkan lagu sebagai tanda dimulainya ritual.

Boneka cingcowong masuk ke dalam tempat ritual oleh punduh dan pembantunya.

Kemudian boneka di gerakkan berjalan di antara anak tangga yang di letakkan di lantai mulai dari ujung awal sampai ujung akhir sebanyak tiga kali bolak-balik.

Advertisement

Punduh lalu duduk di tengah tangga dengan memangku boneka cingcowong dan menghadapkan wajah boneka ke arah cermin.

Ia kemudian akan menyisir rambut boneka dan para pembantu yang duduk di sampingnya ikut memegangi sabuk yang di kenakan boneka cingcowong.

Semakin lama, boneka cingcowong akan bergerak seperti tidak terkendali setelah kalimat terakhir dari lagu cingcowong di nyanyikan oleh sinden.

Gerakan tak terkendali ini di percaya menandakan bahwa boneka cingcowong tersebut telah mulai di rasuki roh gaib. ***

Advertisement
Continue Reading

Yang Lagi Trend