Connect with us

Budaya

Makna Tawurji Hingga Ngapem, Tradisi Keraton Kanoman Setiap Rabu Wekasan

Published

on

CIAYUMAJAKUNING: Sultan Kanoman Cirebon Pangeran Raja Muhammad Emirudin nampak khusuk mengikuti rangkaian kegiatan tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Sementara ratusan orang berbondong memadati kawasan bangsa Jinem Keraton Kanoman Cirebon.

Warga dari berbagai daerah di Cirebon itu rela menunggu keluarga keraton untuk mengikuti tradisi tawurji. Setelah membaca doa, warga mengerumuni rombongan keluarga keraton untuk ikut tradisi tawurji.

Ratusan uang logam pun dilemparkan keluarga keraton dibagikan ke masyarakat. Tak sedikit warga dewasa bahkan anak kecil jatuh tertindih demi mendapat uang koin yang dilempar keluarga Keraton Kanoman Cirebon.

“Sudah rutin tahunan saya kesini ikut tradisi surak tawurji desak-desakan karena saking mau dapat uang barokah,” ujar salah seorang warga, Tuti, Rabu (20/8/2025).

Tuti dan warga lain meyakini uang yang dibagikan keluarga Keraton Kanoman Cirebon adalah berkah. Sebab, sebelum dibagikan, keluarga dalem terlebih dahulu melakukan ritual doa bersama.

Advertisement

Tuti maupun warga yang lain meyakini apabila mendapat uang tersebut akan mendapat barokah. Patih Kasultanan Kanoman Cirebon Pangeran Patih Raja Mohamad Qodiran menjelaskan, tradisi tawurji ada sejak Syekh Siti Jenar meninggal.

Ia mengatakan, Tawurji merupakan salah satu tradisi warisan Sunan Gunung Jati Cirebon yang diperingati setiap akhir bulan safar.

“Memang tiap tahu setiap hari Rabu terakhir di bulan safar yang dikenal sebagai Rebo Wekasan,” ujar Adit.

Keluarga Keraton Kanoman Cirebon mengundang secara terbuka kepada warga sekitar untuk membagikan uang receh. Namun, tidak banyak orang yang mengetahui sejarah tradisi tawurji yang ada di Cirebon.

Ia menuturkan, saat itu Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga mempersilakan santri Syekh Siti Jenar untuk mencari dana dengan mendoakan orang lain yang punya uang.

Advertisement

“Wur Tawurji Tawur, Selamat Dawa Umur. Itu penggalan syair tawurji sebenarnya doa dari Santri Syekh Siti Jenar kepada orang yang mampu,” kata Patih Qodiran.

Dia menjelaskan, kata Tawur berarti menebar dan Ji diambil dari kata Haji. Tawurji merupakan doa santri Siti Jenar kepada orang yang mampu bahkan kepada orang yang belum naik haji juga didoakan agar naik haji.

Dahulu, tradisi Tawurji hanya dilakukan di internal keluarga keraton. Namun saat ini, tradisi Tawurji melibatkan masyarakat luas.

“Tawurji juga bagian dari menolak bala atau tolak sial. Karena bulan Safar identik dengan bulan sial dan bahaya,” ujar dia.

Pada akhir bulan Safar dalam kalender jawa, sebagian meyakini sebagai bulan yang penuh sial. Biasanya, cobaan dan bencana alam datang pada setiap akhir Bulan Safar.

Advertisement

“Dipunahkannya dengan kue apem yang diyakini sebagai penolak bala,” kata Qodiran.

Continue Reading
Advertisement

Yang Lagi Trend