Connect with us

Umum

Pesantren se Jabar Kompak Tolak Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi

Published

on

CIAYUMAJAKUNING.ID: Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) terkait jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB menuai respons dan penolakan di kalangan pesantren di Jawa Barat.

Tak hanya itu, gelombang penolakan dari kalangan pesantren untuk dunia pendidikan juga menyoroti kebikan kuota tambahan 50 siswa di kelas. Penolakan datang dari forum Bahtsul Masail (BM) Kubro yang digelar LBM PWNU Jabar.

Bersama pesantren lain se-Jawa Barat di Pesantren KHAS Kempek, Cirebon, para kiai dan pengurus NU merekomendasikan agar aturan tersebut direvisi.

Kalangan pesantren menilai kebijakan Pemprov Jabar bukan hanya cacat prosedur, tetapi juga mengancam keberlangsungan pendidikan diniyah yang sudah lama menjadi tulang punggung pembentukan karakter keagamaan generasi muda.

“Masuk sekolah jam 06.30 dan lima hari sekolah terbukti tidak efektif, bertentangan dengan hasil kajian ilmiah, merugikan orang tua, dan yang paling fatal menggerus jam belajar diniyah. Pemerintah tidak boleh mengorbankan pendidikan agama demi klaim efisiensi,” tegas Ketua Tim Ahli LBM PWNU Jabar KH. Ahmad Yazid Fatah saat membacakan keputusan BM.

Advertisement

Ia menyebutkan, dalam forum itu, sejumlah siswa yang masuk lebih pagi justru berlawanan dengan penelitian yang menunjukkan nilai siswa lebih baik bila jam masuk lebih siang.

Selain itu, kebijakan tersebut disebut cacat hukum karena tidak melalui uji publik, tidak dikaji bersama DPR, dan tidak melibatkan biro hukum.

“Ini bukan hanya soal jam sekolah. Ini soal cara pemerintah membuat kebijakan tanpa mendengar suara rakyat, tanpa pertimbangan fikih, bahkan tanpa data akurat. Akibatnya, siswa, orang tua, dan pesantren sama-sama dirugikan,” ujar Kiai Yazid.

Paling keras disorot adalah benturan kebijakan ini dengan sistem pendidikan diniyah.

Sementara itu, jam pulang sekolah formal pukul 14.00 tumpang tindih dengan jam masuk madrasah diniyah takmiliyah yang dimulai pukul 13.00. Artinya, ribuan santri diniyah berpotensi kehilangan ruang belajar.

Advertisement

“Pendidikan agama yang selama ini menopang moral dan akhlak anak bangsa justru dikorbankan. Pemerintah wajib memberi perhatian proporsional, bukan justru menyingkirkan pendidikan diniyah,” ungkapnya.

Terkait kebijakan rombongan belajar (rombel) 50 siswa per kelas. Forum menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan Permendikbudristek No. 47/2023 yang membatasi maksimal 36 siswa per kelas.

“Bagaimana mungkin kualitas belajar bisa terjamin kalau satu kelas dijejali 50 siswa? Ini bukan peningkatan mutu, tapi kemunduran pendidikan,” kata Kiai Yazid.

Pada kesempatan tersebut, ia mengatakan, keputusan forum BM Kubro mendapat dukungan penuh Pengasuh Pesantren KHAS Kempek sekaligus Syuriah PBNU, KH. Muh. Musthofa Aqiel Siroj.

Ia menegaskan, NU bersama pesantren se-Jawa Barat siap mengawal agar Pergub yang dinilai bermasalah itu direvisi.

Advertisement

“Ini soal masa depan anak-anak kita, soal masa depan pendidikan. Pemerintah jangan memaksakan kebijakan yang nyata-nyata merugikan rakyat,” tegasnya.

Dengan sikap tegas ini, benturan antara kebijakan Pemprov Jabar dan aspirasi pesantren semakin terbuka lebar.

Continue Reading
Advertisement

Yang Lagi Trend