Connect with us

Sosok

Eyang Kiai Hasan Maulani Resmi Gantikan Nama Jalan Lingkar Timur Kuningan

Published

on

CIAYUMAJAKUNING.IDBupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar meresmikan ruas Jalan Lingkar Timur Kuningan dengan nama Jalan Eyang Kiai Hasan Maulani dalam kegiatan Penyelenggaraan Nama Rupabumi Unsur Buatan, Rabu (30/04).

Jalan sepanjang 13 kilometer tersebut membentang dari Tugu Ikan Desa Sampora, Kecamatan Cilimus hingga Tugu Sajati Desa Ancaran, Kecamatan Kuningan.

Kegiatan itu sekaligus penetapan nama untuk 226 titik rupabumi lainnya di wilayah Kabupaten Kuningan.

Menurut Bupati penamaan ini memperjelas identitas wilayah, menyambung mata rantai dan penghormatan atas jasa besar seorang tokoh perjuangan bangsa.

“Jalan ini akan di teruskan dari Ancaran ke Kadugede,” tutur Bupati Dian di Tugu Ikan, Desa Sampora.

Advertisement

Eyang Kiai Hasan Maulani di kenal sebagai sosok pahlawan yang gigih melawan penjajahan Belanda melalui syiar agama.

“Beliau bahkan pernah di tangkap dan di asingkan ke Manado karena pengaruhnya yang luas,” sebutnya.

Pemkab Kuningan berharap nama tokoh yang kini tersemat di jalan strategis itu bisa menjadi inspirasi untuk terus menjaga nilai patriotisme dan agama.

Asda Pemerintahan dan Kesra Setda Kuningan Toni Kusumanto menjelaskan nama Jalan Eyang Kyai Hasan Maulani pernah di sematkan sebelumnya.

“Pada ruas jalan kecil antara Desa Ancaran dan Karangtawang,” katanya.

Advertisement

Cicit Eyang Kyai Hasan Maulani Yusron Kholid mengatakan penetapan nama itu merupakan aset historis Kuningan, Tatar Sunda dan bangsa Indonesia.

“Eyang Kiai Hasan Maulani lahir di Desa Lengkong, Kecamatan Garawangi,” kisah mantan Kakemenag Kuningan itu.

Beliau lahir pada Senin Legi, 22 Mei 1782 Masehi atau 8 Jumadil Akhir 1196 Hijriyah.

Eyang Kiai Hasan Maulani merupakan putra Kyai Tubagus Lukman bin Kyai Sathor dari Citangtu dan Ny Murtasim binti Kyai Arifah dari Garawangi.

Keduanya menetap di Lengkong dan mendirikan pesantren Roudlotuttholibin.

Advertisement

Dalam buku Mengenang Sang Kyai Sedjati Eyang Maulani karya Abu Abdullah Hadziq, Eyang Maulani di buang Belanda ke Manado.

Atau tepatnya kampung Jawa Tondano Sulawesi Utara pasca-Perang Diponegoro pada pertengahan abad ke-19.

Selain itu, Eyang Maulani memiliki kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi.

Beliau tidak pernah makan kenyang selama hidupnya dan sering bertafakur, menjalani tirakat dengan mengurangi makan, minum, dan tidur.

Semua itu ia lakukan demi mengamalkan pepatah Sunda, ‘Lamun hayang boga perah kudu daek peurih’. ***

Advertisement
Continue Reading

Yang Lagi Trend