Connect with us

Budaya

Kaliwedi Cirebon Gelar Tradisi Mapag Sri 2025 di Desa Guwa Lor

Published

on

CIAYUMAJAKUNING.ID – Sebagai bentuk pelestarian budaya lokal sekaligus penguatan semangat para petani menjelang musim panen, Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon menggelar Tradisi Mapag Sri yang di gelar di Balai Desa Guwa Lor, Selasa (17/06).

Tradisi tahunan itu di rangkai dengan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk yang menyisipkan pesan moral, nilai-nilai agraris dan edukasi sosial.

Sekdisbudpar Kabupaten Cirebon Amin Mughni menyebut Tradisi Mapag Sri merupakan bentuk nyata pelestarian budaya agraris di wilayah pesisir Cirebon.

Ia menilai wayang merupakan bagian dari sejarah budaya yang dahulu di gunakan para wali menyebarkan Agama Islam.

“Khususnya oleh Sunan Kalijaga yang menggagas penyampaian dakwah melalui seni,” kata Amin.

Advertisement

Tradisi Mapag Sri di nilai perlu di lestarikan karena mengandung nilai-nilai luhur.

Mulai dari rasa syukur kepada Tuhan atas hasil pertanian hingga pembelajaran etika sosial dan sopan santun bagi generasi muda.

Saat ini di wilayah pesisir juga tengah di galakkan kembali sedekah laut (nadran) termasuk pentas tari topeng, angklung bungko, wayang golek hingga ronggeng bugis.

Dukungan Pemkab Cirebon terhadap kegiatan di Desa Guwa Lor ini merupakan bagian dari upaya revitalisasi budaya daerah supaya tak tergerus zaman.

Sementara itu, Kuwu Guwa Lor Maksudi, menjelaskan Mapag Sri merupakan tradisi menjelang panen yang di wariskan turun-temurun oleh leluhur.

Advertisement

Ia mengaku bersyukur jika tahun ini pihaknya bisa kembali menyelenggarakan Mapag Sri dengan pementasan wayang kulit.

“Siang harinya cerita tentang pertanian dan hama. Malamnya, pesan-pesan moral seperti tata krama dan hidup rukun,” ungkap Maksudi.

Tradisi ini juga menjadi sarana refleksi dan penyemangat bagi petani yang baru mulai panen.

Masa tanam sempat mundur hingga akhir Februari.

Ia menilai masa panen kali ini masih cukup baik meski tidak seoptimal biasanya.

Advertisement

“Per bau kami dapat 4 sampai 4,5 ton, biasanya bisa sampai 5–6 ton, tapi alhamdulillah masih lebih tinggi di banding desa lain,” kata Maksudi.

Menurutnya, keterlambatan tanam menyebabkan munculnya hama seperti walang sangit dan lembing batu yang menyerang buah padi.

Maksudi menilai Tradisi Mapag Sri mampu memperkuat rasa kebersamaan warga sekaligus menyatukan semangat bekerja dan menjaga kearifan lokal.

“Semoga tradisi ini bisa menambah semangat bertani, meningkatkan hasil dan menguatkan persatuan masyarakat,” harapnya. ***

Advertisement
Continue Reading

Yang Lagi Trend