Ekbis
Energi Pertamina Menggerakkan UMKM Cirebon ke Panggung Dunia
Ciayumajakuning.id: Di Sudut Desa Gempol Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon, berdiri sebuah bangunan sederhana yang tak pernah sepi dari suara minyak mendidih. Letaknya tidak jauh dengan pabrik semen raksasa Indocement, tempat debu bercampur panas menjadi keseharian warga sekitar.
Di sanalah Hendra Agustira, pemuda asal Ciamis menyalakan energi dan semangat hidupnya membangun usaha kecil hingga saat ini. Ia memulai usaha ini pada 2014, bermodal keberanian dan rasa ingin tahu.
“Setiap hari saya lihat ibu-ibu muda di sekitar rumah hanya berbincang selepas mengantar anak sekolah. Dari situ saya berpikir, kenapa waktu mereka tidak diarahkan untuk sesuatu yang lebih produktif,” kenang pemilik Tempe Ocien Cirebon, Selasa (29/7/2025).
Siang itu, udara di sekitarnya panas dan berdebu, jalanan kerap dilapisi butiran debu halus dari kendaraan besar maupun yang bertebaran dari pabrik semen. Suara wajan beradu dengan riuh mesin pabrik di Desa Gempol Kabupaten Cirebon itu menandai awal perjalanan seorang pemuda bernama Hendra Agustira.
Dinding-dinding luar rumah terlihat rumah kusam terkena sapuan angin serta suara bising kendaraan besar kerap terdengar di telinga. Dari panas tungku dan debu jalanan, ia menyalakan semangat melalui keripik tempe yang kini dikenal sebagai Tempe Ocien.
Dari balik riuhnya mesin pabrik hingga kendaraan besar, denting wajan besar terdengar bersahutan dengan tawa para pekerja. Keringat bercucuran, panas tungku berpadu dengan terik matahari, tetapi tak pernah memadamkan semangat.
Aroma gurih keripik tempe yang digoreng, menjadi penanda lahirnya secercah harapan dari sebuah usaha kecil bernama Tempa Ocien. Setiap potongan tempe tipis yang masuk ke dalam minyak mendidih adalah simbol perjuangan, sederhana, rapuh, tapi bisa berubah menjadi sesuatu yang bernilai.
Perjalanan panjang itu bermula pada 2014. Hendra Agustira, seorang pemuda dari Ciamis, kala itu masih bekerja sambil menjalankan usaha kecil.
Setiap pagi, ia melihat pemandangan yang sama, yakni ibu-ibu muda berkumpul di halaman rumahnya, bercengkerama selepas mengantar anak-anak mereka pergi sekolah.
“Dari situ muncul pertanyaan dalam diri sendiri kenapa waktu mereka tidak diarahkan menjadi sesuatu yang lebih produktif,” tanya Hendra dalam hati.
Inspirasi semakin menguat ketika ia berkunjung ke rumah salah satu karyawan bekas usaha warnetnya. Sang karyawan ternyata membuat keripik tempe, obrolan sederhana itu membuka jalan Hendra untuk berjualan keripik tempe Ocien.
Hendra mencoba bereksperimen sendiri. Gagal berkali-kali, belajar dari internet, sampai akhirnya menemukan formula yang tepat yakni keripik tempe tipis, bulat pipih, gurih dan renyah.
Sempat Ditolak

Tempe Ocien Cirebon. (Ciayumajakuning.id)
Nama Ocien merupakan akronim dari Oncom Cinta, ia pilih untuk menandai usaha ini. Bukan sekadar nama, melainkan doa dan harapan bahwa usaha ini lahir dari cinta, untuk keluarga, untuk lingkungan, dan untuk harapan.
“Setelah produksi kita kebingungan bagaimana jualnya. Dengan cara otodidak coba nitip ke warung sekitar lingkungan hingga ke tempat wisata dan masuk kantor. Sampai masanya menjelang lebaran permintaan luar biasa,” tutur Hendra.
Bagi Hendra, menemukan resep hanyalah setengah perjalanan. Bagian tersulit adalah menjual. Hendra menitipkan produknya ke warung-warung kecil, tempat wisata, hingga kantor-kantor.
Hasilnya kecil, tetapi cukup membuat semangat Hendra terus terjaga. Saat pindah ke Cirebon, ia memberanikan diri menjajaki pasar yang lebih luas.
Awalnya, banyak orang menolak karena bentuk keripik tempenya asing alias tidak seperti keripik tempe khas Bandung yang berbentuk kotak. Hendra pantang menyerah, Ia terus berkeliling menawarkan sampel, meyakinkan toko demi toko.
Dua toko pertama yang mau menerima produknya menjadi pijakan. Dari sana, permintaan terus bertambah, merambah toko oleh-oleh, hingga pasar yang lebih besar.
“Kemudian semakin pede, nambah orderan dan perluasan permintaan pasar. Tiap datangi customer sya kasih sampel, hingga nambah terus sampai ke toko oleh-oleh,” ujar Hendra.
Namun jalan usaha yang dilalui Hendra tidak selalu mulus. Keluarga awalnya menentang keputusan Hendra untuk berjualan keripik tempe bahkan orang tua berharap ia menjadi PNS.
Keseriusan Hendra tidak hanya berhenti pada produksi. Ia aktif mengikuti kegiatan pelatihan UMKM dari Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Barat.
“Ngapain sekolah tinggi kalau ujungnya jualan keripik. Buat saya itu bukan penghinaan, melainkan cambuk. Saya semakin ingin membuktikan bahwa dari keripik tempe bisa menghidupi keluarga,” ujar Hendra.
Tahun 2016, ia dipercaya menjadi pendamping UMKM Kabupaten Cirebon, membantu pendataan sekaligus menyemangati pelaku usaha kecil lainnya. Dari aktivitas itu, ia semakin memahami seluk-beluk pasar dan jaringan pemasaran.
Dari Desa ke Dunia

Tempe Ocien. (Ciayumajakuning.id)
Ia juga melatih ibu-ibu PKK di berbagai desa agar bisa membuat keripik tempe. Produknya pun kian dikenal. Kerja keras itu berbuah manis pada 2019. Dalam sebuah forum eksportir yang digelar dinas perindustrian, Hendra awalnya merasa salah masuk ruangan.
“Saat itu pesertanya adalah pengusaha besar, sementara saya hanya seorang pelaku UMKM rumahan. Tapi justru dari situlah saya bertemu buyer asal Korea Selatan,” ujarnya.
Dalam sebuah forum eksportir di Cirebon, Hendra bertemu buyer asal Korea Selatan. Awalnya produk Hendra ditolak, buyer mengaku pernah gagal bekerja sama dengan produsen lain karena alasan yang tidak bisa dijelaskan.
Tapi Hendra pantang menyerah. Ia memberikan satu bungkus sampel dan kartu nama kepada buyer tersebut. Keesokan harinya, telepon dari sang buyer berdering dan menyatakan tertarik.
“Order pertama hanya 100 pcs. Lalu meningkat berkali lipat hingga permintaan luar biasa yaitu 10 kontainer,” ujarnya.
Bagi Hendra yang saat itu hanya punya tiga karyawan bagaikan disambar petir. Ia bingung, buyer bahkan sempat marah kepada Hendra. Namun, hubungan itu berbuah dukungan.
Buyer mengirim mesin-mesin, bahkan teknisi dari Korea. Meski banyak alat tidak cocok, Hendra tetap beradaptasi. Akhirnya, satu kontainer berisi 800 dus berhasil ia kirim.
Masa pandemi justru membuat permintaan melonjak. Dua minggu sekali, keripiknya berlayar ke Korea. Namun badai datang lagi dengan pemerintah menerapkan lockdown imbas covid-19.
“Biaya kontainer juga saat itu naik tiga kali lipat, ekspor merosot hingga 2023. Saya sempat jatuh, bahkan ingin menyerah,” ujar Hendra.
Tahun 2024, Hendra harus kembali ke titik nol. Tanpa karyawan, bahkan nyaris menutup usaha. Namun sang istri menjadi penopang semangat.
Harga dan Rasa
Perlahan, ia bangkit lagi, merekrut tujuh karyawan, ikut program pelatihan ekspor, hingga bertemu buyer Jepang. Jepang memberi tantangan baru yakni aturan kedelai non-GMO lokal.
“Dari situ saya cari tahu petani di Indonesia dan ketemu di di Bojonegoro langsung pergi kesana beli kedelai ternyata baru panen dan setelah saya cek kedelainya sesuai standar Jepang,” tuturnya.
Pesanan demi pesanan pun kembali berdatangan. Kini, Hendra membuka komunikasi dengan buyer dari China, Singapura, Malaysia, hingga Australia. Hendra menjelaskan, ada yang berbeda dalam proses pembuatan keripik tempe.
Kedelai dicampur tepung tapioka, bumbu rempah kemudian diolah seperti umumnya para perajin tempe. Mulai dari proses pencucian, perebusan, pengasaman terus pencucian lagi.
Kemudian olahan kedelai tersebut melalui proses perebusan kembali dilanjutkan dengan proses fermentasi tepung tapioka dengan kedelai selama 2 hari 2 malam. Setelah fermentasi, olahan kedelai tersebut kemudian dipotong tipis lalu digpreng menggunakan mesin dulu pakai tangan.
“Bedanya dengan tempe biasa, kalau tempe biasa tempe jadi baru dikasih tepung, kalau saya proses fermentasi sudah di awal, seolah tepung sudah disatukan sekaligus dengan kedelai. Saat fermentasi sudah ada tepung. Sehingga ketika dilihat seolah tak ada tepungnya seperti tepung kering,” ujar tutur Hendra.
Ia menyebutkan, saat ini ia mampu memproduksi 70-80 kg sekali produksi menjadi 800 pcs bisa sampai 1000. Sebelumnya, Ia memproduksi hingga 2000 pcs atau 200 kg sekali produksi dengan rasa original, ayam bawang, hingga pedas.
“Sekarang turun 800 pcs. 1 pcs 100 gram dijual harga konsumen Rp 15.000, reseller beda,” ujarnya.
Energi Pertamina

Owner Tempe Ocien Cirebon Hendra Agustira saat sedang mengolah olahan tempe menjadi keripik tempe kering siap ekspor. (Ciayumajakuning.id)
Singkat cerita, Hendra mengikuti Pertamina UMK Academy. Ia menceritakan pengalamannya jatuh bangun membangun usaha keripik tempe dan mendapat bimbingan langsung dari Pertamina.
Bahkan, pada perjalanannya, Hendra mengaku mendapat dukungan penuh dari UMK Pertamina Academy untuk kembali bergairah mengekspor produknya. Ia mengaku sudah 3 bulan mengikuti berbagai rangkaian aktivitas di UMK Academy.
“Saya rajin diikutkan kegiatan Pertamina Academy dan pada perjalanannya Pertamina UMK Academy siap membantu saya untuk kembali ekspor ke beberapa negara dan yang terdekat Jepang,” ujarnya.
Sementara itu, salah seorang konsumen tempe ocien, Lida mengaku sering berlangganan produk olahan lokal. Ia kerap membeli produk di sejumlah toko oleh-oleh yang ada di Cirebon.
Bahkan, katanya, produk olahan tempe tersebut kerap menjadi salah satu pilihannya sebagai cenderamata untuk diberikan kepada orang lain. Menurutnya, rasa dari tempe ocien ini berbeda dengan olahan tempe kriuk pada umumnya.
“Memang sudah ada produk serupa namun tempe ocien rasanya otentik berbeda dengan yang lain. Pertama kali saya lihat produk ini di Mal UKM penasaran dan ketika mencoba cocok di lidah,” ujarnya.
Perwakilan Sistem Manajemen Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Perlindungan Lingkungan (SMEPP) PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat Revi Rafdi mengatakan, tempe ocien merupakan salah satu mitra binaan Pertamina wilayah JBB.
Tempe Ocien, katanya saat ini tengah mengikuti berbagai rangkaian kegiatan UMK Academy. Melihat dari pengalaman usahanya, Revi optimis tempe ocien dapat kembali eksis dalam mengekspor olahan tempenya ke luar negeri.
“Tujuan program kami agar UMKM bisa go globla, go digital dan go modern salah satunya ekspor. Kebetulan tempe ocien sudah pernah ekspor dan kami siap mendampingi untuk bisa ekspor olahan tempenya,” ujar Revi.
Secara keseluruhan, ada 300 mitra binaan yang dikelola oleh Pertamina JBB dan mereka sudah mengikuti berbagai pelatihan serta aktivasi. Menurutnya, usaha tempe ocien sedang diproyeksikan oleh Pertamina untuk go global.
“Kami juga sering mengajak mitra binaan kami ikut berbagai kegiatan dalam bentuk pameran maupun agenda pertemuan bisnis,” ujarnya.
Bupati Cirebon Imron menyampaikan apresiasi tinggi terhadap kiprah Pertamina yang dinilai membantu pelaku UMKM di Kabupaten Cirebon, baik dari sisi pembinaan maupun permodalan.
“Kami berharap pembinaan seperti ini terus dilakukan. Karena UMKM merupakan salah satu penopang utama ekonomi daerah,” ujar Bupati Imron.
Bupati Imron menegaskan bahwa sektor UMKM memiliki peran penting dalam menggerakkan ekonomi lokal. Menurutnya, sebagian besar pelaku UMKM tumbuh dari masyarakat dan menjadi penggerak utama perekonomian di berbagai wilayah.
“UMKM ini tumbuh dari masyarakat, dan tentu menjadi penopang ekonomi Kabupaten Cirebon. Kami ingin mereka terus dibina agar semakin kreatif, inovatif, dan mampu memperluas pasar produknya,” kata Imron.
Ia juga menambahkan bahwa Cirebon memiliki potensi besar di berbagai sektor, mulai dari pariwisata, kuliner, hingga produk budaya. Dengan pembinaan yang tepat, UMKM lokal bisa ikut memperkenalkan kekayaan Cirebon ke tingkat yang lebih luas.
Oleh karena itu, Imron ingin produk lokal ini semakin dikenal di luar Cirebon.
Ketua OJK Cirebon, Agus Mutholib menegaskan pentingnya literasi dan inklusi keuangan bagi pelaku UMKM.
Menurutnya, program PKU yang diinisiasi PNM sejalan dengan upaya OJK meningkatkan kemandirian finansial masyarakat. OJK, lanjutnya, tidak hanya berfokus pada pengawasan lembaga keuangan, tetapi juga berperan aktif meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan keuangan yang sehat.
“Kami ingin pelaku UMKM tidak hanya mampu menghasilkan profit, tapi juga bisa mengelola keuangannya dengan baik. Dengan begitu, mereka akan memiliki kemandirian finansial yang lebih kuat tidak lagi terjebak pinjol atau rentenir. Dengan inklusi keuangan yang baik, ekonomi daerah juga akan semakin kuat,” tegasnya.
Editor: Asep Saefullah
-
Teknologi3 tahun agoSamFW Tool 4.0 Tool Gratis FRP Samsung Cukup Satu Klik
-
Lirik Lagu3 tahun agoLirik Lagu Mabok Ngeslot Anik Arnika Bahasa Cirebon Dan Bahasa Indonesia
-
legal3 tahun agoDimana Ada Proyek Wajib Ada Papan Proyek, Ini Dasar Hukumnya
-
Teknologi3 tahun agoDownload TFT Unlock 2023 V3.1.1.1 Update ByPass FRP Tool dan Unlock iPhone dan iPad
-
Kuliner6 tahun agoMenyesap Kopi Lunaira Usung Konsep Bayar Seikhlasnya
-
Budaya11 bulan agoTradisi Memitu Indramayu Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia
-
Umum9 bulan agoIstimewa, Bupati Terpilih Kuningan Dian Rachmat Yanuar Rayakan HUT ke-57
-
Umum12 bulan agoAgha Setia Putra Gantikan Hesekiel Sijabat Jadi Kepala ATR/BPN Kabupaten Cirebon
