Connect with us

    Sosok

    Kisah Ganjil 10 November Kiai Abbas Abdul Jamil dari Buntet Pesantren Cirebon Basmi Penjajah

    Published

    on

    CIAYUMAJAKUNING.ID – Keberadaan santri memiliki peran penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tak terkecuali dalam peristiwa perang 10 November 1945.

    Dibawah pimpinan panglima perang asal Buntet Pesantren Cirebon Kiai Abbas Abdul Jamil, kaum sarungan turut berjuang membasmi para penjajah Belanda meski harus beralaskan terompah.

    Kiai Abbas yang dipilih oleh Kiai Hasyim Asy’ari sebagai komandan perang dalam pertempuran di Surabaya diketahui menggunakan sendal dari kayu saat mengadang hujan peluru Belanda.

    Menurut penulis buku Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, Munib Rowandi, selain bakiak, Kiai Abbas juga menggunakan alu (alat penumbuk padi) dan tasbih untuk melawan para penjajah dalam peristiwa besar tersebut.

    Ia mendapatkan data peristiwa 10 November tersebut dari penuturan pengawal Kiai Abbas yang bernama Abdul Wahid.

    Advertisement

    Seperti yang dinukilkan oleh Abdul Wahid, Kiai Hasyim Asy’ari sempat menahan semangat arek-arek Suroboyo untuk menyerang tentara Belanda.

    “Beliau meminta menunggu terlebih dahulu kedatangan Kiai Abbas dari Buntet Pesantren Cirebon,” ujarnya, Kamis (10/11/16).

    Dengan menggunakan kereta api, Kiai Abbas beserta santri diketahui sempat singgah terlebih dahulu di Rembang, Jawa Tengah guna menemui Kiai Bisri.

    Di tempat itulah, para kiai dari berbagai daerah yang berjumlah sekitar 15 orang melakukan musyawarah

    Mereka lalu melanjutkan perjalanannya menuju Surabaya dengan menggunakan mobil.

    Advertisement

    Kegiatan di Buntet Pesantren Cirebon. (fb: website buntet pesantren)

    Salah satu keistimewaan Kiai Abbas ketika perang berkecamuk, beliau justru berdoa dengan khusyuk.

    Tiba-tiba atas izin Allah, ribuan alu milik masyarakat Surabaya berterbangan menghantam pasukan tentara sekutu.

    Tak hanya itu, butiran-butiran tasbih yang dilemparkan Kiai Abbas mampu melumatkan sejumlah pesawat terbang yang menjadi andalan para penjajah.

    Diceritakan juga oleh Kiai Cholil Bisri bahwa saat terjadi pertempuran, Kiai Abbas pernah mengibaskan sorban miliknya.

    “Dan mengakibatkan pesawat terbang milik musuh hancur,” ungkapnya.

    Sementara itu, salah satu keluarga Buntet Pesantren Cirebon Ahmad Rofahan menuturkan, konon Kiai Abbas tak hanya menjadi komandan perang pada peristiwa 10 November 1945.

    Advertisement

    Kiai Abbas jugalah yang menentukan hari, tanggal dan waktu dimulainya peperangan.

    Berdasarkan penuturan Kiai Jaelani, sambung Rofahan, salah satu alasan Kiai Abbas ditunjuk sebagai komandan perang karena musuhnya yakni Jenderal Malabby memiliki kemampuan yang di luar nalar manusia dengan memamerkan kesaktiannya di depan umum.

    “Bahkan, sebelum peristiwa 10 November, Jenderal Malabby pernah ditembak menggunakan senjata hebat saat itu. Namun tidak apa-apa,” kata pria berkacamata itu.

    Ahmad Rofahan. (facebook)

    Selain itu, ditambahkan Rofahan, Kiai Hasyim Asyari memiliki pertimbangan lain menunjuk Kiai Abbas sebagai pemimpin perang di Surabaya.

    “Kata Kiai Hasyim, kalau urusan yang begini, biar Kiai Abbas yang nangani,” imbuhnya.

    Sebelum menghadapi Jenderal Malabby, jelas Rofahan, Kiai Abbas diketahui memberikan amalan kepada sejumlah santri yang ikut berperang dan disampaikan langsung oleh beliau.

    Advertisement

    “Kiai Abbas membacakan amalan sebanyak tiga kali kepada para santri sebelum berperang. Namun, amalan tersebut harus langsung dihafal oleh para santri,” ucap ayah satu anak itu.

    Dari sejumlah santri yang diberi amalan oleh Kiai Abbas, lanjut Rofahan, hanya 80 santri yang lulus dan ikut pergi berperang.

    Bahkan, dalam peperangan, salah satu santri yang mendapat amalan dari Kiai Abbas berhasil menembak mati Jenderal Malabby sebelum 10 November.

    “Kalau santri mana kurang tahu,” kata pria yang pernah nyantri di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur itu.

    Kiai Abbas wafat pada 1946 dan memendam kekecewaan mendalam atas perjanjian Linggarjati yang dinilainya sangat merugikan Indonesia. ***

    Advertisement
    Continue Reading

    Yang Lagi Trend